Hujan Pembawa Sakit Kepala

Pada serial (-serial) sebelumnya, kita sudah membahas tentang Perkemahan, yang tentu saja pengalaman yang dialami di sana sungguh banyak, mulai dari pengalaman yang menyenangkan, maupun yang kurang membuat senang. Namun semua itu melengkapi seluruh pengalaman kami di perkemahan, yang membuat kami bisa lebih hidup mandiri tanpa bantuan orang lain, walaupun dalam prakteknya kami masih banyak dibantu oleh orangtua. Tetapi secara keseluruhan, kami sudah mulai mandiri dan bisa mengelola diri sendiri. Sekarang, tentu saja, kita akan membahas serial yang agak berbeda dari serial-serial sebelumnya. Serial kali ini akan menyangkut tentang keseruan petualangan aku dan ayahku ketika menjelajah, lebih tepatnya keliling desa dengan berjalan kaki.

Pada waktu itu, hari sudah beranjak sore ketika ayahku memutuskan untuk berjalan-jalan keliling desa. Mengapa? Karena kami hanya menganggur di rumah, tidak ada kerjaan sama sekali. Lebih baik beraktivitas daripada tidak melakukan suatu hal yang berguna. Oke, kembali ke topik awal. Dengan sigap, aku bersama ayahku langsung keluar rumah, memakai sandal, dan mulai aktivitas kami pada sore yang cerah itu. Kebetulan cuaca cukup cerah, namun beberapa awan menggantung di angkasa. Tentu saja, hujan akan turun, tapi masih beberapa jam lagi. Begitu setidaknya pikir kami.

Karena tidak mempunyai tujuan, akhirnya ayahku memutuskan kami pergi ke sebuah bendungan. Bendungan tersebut letaknya tersembunyi dari jalan terdekatnya sekalipun. Jadi, apabila kita memang mempunyai niat untuk mengunjungi bendungan tersebut, kita harus melewati jalan tanah yang bahkan hanya bisa dilewati oleh motor. Karena pemanasan global, pasti kalian tahu musim sangat tidak menentu. Jadi, bendungan tersebut mengalir deras dengan volume yang tentu sanggup menghanyutkan kita, manusia lemah ini. Tetapi, bendungan tersebut masih kecil untuk dijadikan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).

Walaupun begitu, aku tetap saja ngeri ketika melihatnya. Walaupun kecil, alirannya tetap deras! Aku dan ayahku memperhatikan aliran tersebut. Memang yang nampak di depan kami hanyalah aliran air. Namun aliran air sekalipun dapat menenangkan hati kami, membuat hati kami terasa sejuk dan segar. Selain itu, bunyi aliran air yang deras, yang tentu saja ada pada bendungan tersebut juga membuat kami merasa bahagia. Waktu yang kami habiskan di situ tidak lama ketika kami menyadari bahwa langit mulai gelap. Awan mendung menutupi matahari yang tadinya bersinar cukup cerah. Dalam sekejap, kami menyadari bahwa hujan akan segera turun. Kami pun sedikit berlari-lari agar sampai di rumah dengan selamat sentausa.

Namun takdir berkata lain. Ketika kami hampir mencapai pertigaan yang terakhir, hujan turun dengan lebat. Dengan segera, kami berlari kencang sampai nafas kami terengah-engah. Untung saja di dekat pertigaan tersebut ada sebuah warung mie ayam yang tentu saja penjualnya sudah pulang. Kami berteduh sebentar di situ sambil mengatur nafas. Sungguh lucu sekali jika dipikir-pikir. Aku dan ayahku tertawa terbahak-bahak, menertawai diri sendiri karena tidak cepat tanggap dalam melihat cuaca. Namun itu semua menjadi pengalaman yang berarti dan sungguh suatu pengalaman yang tidak tergantikan bersama ayahku. Akhirnya, setelah hujan sedikit reda dan kami sudah berhasil untuk mengatur nafas, akhirnya kami pulang ke rumah. Begitu sampai rumah, kami langsung mandi dan merasakan segarnya air dingin.

Pengalaman keluar rumah sore itu, dan sempat pulang kehujanan, tampaknya menjadi preseden yang tidak baik, terutama bagi ayahku. Barangkali karena memang sedang tidak begitu sehat, hari berikutnya ayahku tampak kehilangan keceriannya. Sepulang dari kantor, wajahnya tampak kuyu. Tangannya berkali-kali memijit kepalanya. “Ini tampaknya dampak dari kehujanan kemarin,” gumamnya. “Terpaksa, malam ini harus tidur lebih awal, dan harus minum Parasetamol,” lanjutnya, seakan menasihati diri sendiri. Jadilah, petang itu aku sudah melihat ayahku merebahkan diri, dengan berselimut kain warna ungu.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT