Datangnya Saudara dari Daratan #01

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang prezi. Prezi adalah salah satu software presentasi yang canggih. Mungkin di luar sana banyak software presentasi yang memang lebih top daripada Prezi, namun dalam sepengetahuanku, prezi sudah cukup hebat untuk mendukung presentasi kita. Jika kalian ingin membaca cerita lengkapnya, silahkan berkunjung ke serial sebelumnya. Sekarang, tentu saja, kita tidak akan membahas prezi. Mengapa? Karena, alasan pertama, akan menimbulkan kebosanan. Kedua, jika kalian ingin mempelajari prezi lebih lengkapnya, jangan mencoba mencari di blog ini. Kalian bisa mengunjungi langsung prezi di http://prezi.com.  Cukup mudah bukan linknya?

Oke, sekarang, kita akan langsung mengacu kepada inti tema dari cerita ini. Kalian pasti mengetahui pada serial Dikejar Genderuwo, ada dua sepupuku yang aku ceritakan di situ. Nah, kebetulan sekali, hari Minggu tanggal 23 Oktober 2016, kedua saudara sepupuku datang ke rumahku. Mengapa? Kebetulan sekali, ibu mereka alias budheku berprofesi sebagai seorang dokter. Nah, pada waktu itu, budheku wajib mengikuti sebuah pertemuan yang sebenarnya cocok di sebut arisan. Namun tentu saja bukan arisan biasa, tetapi arisan yang menyangkut tentang masalah kedokteran. Tentu saja, aku tidak begitu paham, maka tidak usah dijelaskan di sini. Kita tidak akan membahas arisannya, namun akan membahas pengalamanku bermain bersama kedua saudara sepupuku. 

Mungkin ada satu pertanyaan lagi yang belum terjawab. Mengapa kedua saudara sepupuku dititipkan di rumahku? Karena, jarak antara rumahku dengan rumah kedua saudara sepupuku itu sangat, sangat jauh untuk ditempuh dalam waktu yang singkat. Lebih tepatnya, mereka tinggal di Daratan (baca Ndharatan), Minggir, Sleman. Nama yang aneh bukan? Apakah itu artinya orang-orang lain yang tidak tinggal di “Daratan” pasti tinggal di dalam “air”? Namun, tampaknya kita tidak perlu berdebat soal asal-muasal nama daerah. Aku tidak memiliki keahlian untuk menjelaskan kesemuanya itu.
Kembali ke sepupuku. Untuk menghemat waktu dan tenaga, daripada harus pulang kembali ke rumah mereka, kedua saudara sepupuku dititipkan di rumahku. Alasan yang sederhana tetapi masuk akal. Tidak hanya kedua saudara sepupuku, namun juga pakdheku yang “menitipkan diri.” Jadi, secara keseluruhan, pengalaman itu akan menjadi pengalaman yang benar-benar tidak tergantikan! 

Pada waktu itu, hari Sabtu telah bertransformasi menjadi hari Minggu. Hari yang benar-benar sibuk bagiku. Mengapa? Seperti biasa, pagi hari dimulai dengan “menghadap” Tuhan. Tentu saja, menghadap Tuhan bukan mati, namun menghadap Tuhan dalam artian berdoa di gereja. Kami berdoa di gereja sekitar satu setengah jam. Setelah selesai berdoa, kami langsung pulang ke rumah. Karena ayahku mempunyai pekerjaan alias nglembur, maka kami berpisah. Ayahku berangkat ke kampus, sedangkan aku dan ibuku pergi ke Taman Budaya. Kegiatan rutin yang biasa, membuat kami cekatan dan lincah dalam mengerjakan sesuatu hal.

Mungkin beberapa dari kalian tidak terlalu tahu apa itu Taman Budaya. Seperti pada serial Sopan di Bawah Guyuran Hujan, Taman Budaya adalah salah satu tempat untuk menampung kreasi anak-anak. Di sana, anak tidak hanya diajari seni, namun juga disediakan tempat untuk mengembangkan bakat. Selain itu, anak juga dapat berinteraksi dengan temannya, untuk menambah rasa pertemanan dan persaudaran. Mungkin serial ini sampai di sini dulu, karena akan terlalu panjang apabila diceritakan lebih jauh. Tepatnya, serial akan dilanjutkan pada serial selanjutnya, sehingga tidak akan menimbulkan kebosanan semata.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT