Salah Duga #02

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang kunjungan saudara sepupuku ke rumahku. Tentu saja, kunjungan saudara sepupuku tersebut membahagiakan, tidak menyedihkan. Mengapa? Karena apabila kita sudah sekian lama tidak bertemu dengan saudara kita, ketika bertemu sekali, pasti dalam keadaan menyenangkan dan menggembirakan. Apalagi, ketika kita dapat bermain bersama dan memupuk rasa persaudaraan. Apabila kalian ingin membaca cerita secara penuh, silahkan berkunjung ke serial sebelumnya. Walaupun begitu, sekarang, kita masih akan membahas cerita lanjutan dari serial sebelumnya.

Pada waktu itu, aku dan ibuku dengan segera membuka mantol kami yang membuat kami seolah-olah terbakar. Mengapa demikian? Karena mantol yang didesain untuk melindungi kita dari hujan, tidak di desain untuk melindungi kita dari panas matahari. Jadi, mantol itu bukannya membuat kami nyaman dari hujan, malah membuat baju kami basah oleh keringat. Namun itu tidak seberapa dibandingkan dengan kegembiraan kami dikunjungi oleh sanak saudara kami. Begitu sudah melucuti mantol dan melipatnya kembali dengan rapi, kami mempersilahkan sanak saudara kami tersebut untuk masuk ke rumah kami. 

Kebetulan sekali, pada saat sanak saudara kami itu datang, hari telah bertransformasi menjadi hari Minggu. Apa artinya? Artinya adalah, itu waktuku untuk bermain game Minecraft, satu-satunya game sandbox yang aku sukai! Jadi, sambil bermain, aku bisa mengajak kedua saudara sepupuku itu untuk bermain bersama. Pada waktu ibuku dengan pakdhe dan budheku berbincang-bincang mengenai suatu hal yang kurang aku ketahui, aku segera membuka aplikasi minecraft dan bermain bersama. Sungguh mengasyikkan! Namun yang kurang membuatku mood adalah temanku, temanku yang bernama Daniel, tidak bisa bermain bersama di serverku karena ia harus mengunjungi rumah eyangnya alias berlibur.

Tetapi itu tidak menyurutkanku untuk bermain bersama dengan kedua saudara sepupuku. Akhirnya, setelah beberapa lama merundingkan sesuatu, budheku pergi untuk menghadiri arisan di suatu perumahan yang kebetulan juga merupakan tempat tinggal salah satu temanku di SD. Ibuku pun mengantarnya menggunakan motor. Oke, lewati saja hal itu. Akhirnya, setelah benar-benar jemu bermain minecraft, kami pun memutuskan untuk jalan-jalan, seperti jejak petualangan pada serial serial terdahulu. Omong-omong, pada waktu itu, ayahku sudah pulang dan mengizinkan kami untuk jalan-jalan.

Izin itu ternyata berujung pada persoalan. Mengapa? Kami pergi tanpa membawa cellphone kami. Tidak ada satu carapun untuk menghubungi kami. Di sini lah persoalannya. Sewaktu kami mengarahkan kaki ke arah selatan, menuju sungai permenungan, ternyata di dalam benak ayah dan pakdheku ada ide yang tiba-tiba saja muncul. Diputuskan untuk menikmati makan malam di Sendang Ayu, dekat Prambanan. Ayahku pun mencari kami, namun tentu tidak mengarahkan motornya ke selatan. Beliau mencari kami ke utara. Tepatnya ke Candi Sambisari, yang berjarak kurang lebih satu km dari rumah kami. Bisa diduga, usaha ayahku sia-sia. 

Ayahku mencari kami, menyisir jalan samping kiri Candi Sambisari. Dipastikan hanya kekecewaan yang diperolehnya. Dengan cepat ayahku kembali ke rumah, bertanya ke tetangga-tetangga. Tidak ada hasil. Mungkin kami tidak cukup “kelihatan” bagi para tetangga kami, sehingga waktu kami lewat, mereka tidak memperhatikan kami. Untungnya, ayahku segera keluar lagi. Begitu sampai ke Jalan Candisari, beliau tengok kiri dan tengok kanan. Dengan segera hatinya bersuka cita. Kami sedang berjalan ke utara, tepat di depan rumah mantan pak Dukuh. 

Singkat cerita, kamipun makan dengan enak di sana. Istimewanya, rumah makan yang kami kunjungi bukan rumah makan biasa, namun rumah makan dengan pemandangan dikelilingi oleh kolam ikan. Lebih tepatnya, sungai. Kami pun menikmati makan malam dalam suka cita luar biasa. Dan karena kami adalah makhluk biologis, begitu diisi dari atas, kami pun merasakan ada sesuatu yang mendesak untuk dikeluarkan. Akhirnya kami melakukan tugas biologis itu di tempat yang diperuntukkan untuk itu. Namanya toilet. 

Yang mengejutkan kami, di ujung bawah jembatan tempat toilet didirikan, kami menyaksikan adanya aliran air yang jernih dari pematang sungai. Saat kami memperhatikan aliran itu, budhe kami segera menarik tangan kami. “Ini Maghrib. Tidak baik di dekat sumber mata air pada saat seperti ini.”

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT