Keributan yang Mengasyikan #04

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang kecurangan yang dilakukan oleh banyak orang, atau jika diistilahkan dalam bahasa “gaul” yakni curang berjamaah. Tentu saja, curang itu bukan perlakuan terpuji. Namun kadang-kadang, di saat-saat tertentu, kita juga harus melakukan kecurangan tersebut, seperti diceritakan pada serial sebelumnya. Intinya, curang itu belum tentu tidak baik. Sekarang, tentu saja, kita tidak akan melakukan hal tersebut. Kita sekarang akan membahas sesuatu yang lain, yang tentu saja masih lanjutan dari serial sebelumnya. Pada waktu itu, tenda sudah berhasil didirikan. Karena upacara defile akan segera dilakukan, maka kami segera mengambil baju pramuka yang sudah kami dan orangtua kami pack ke dalam tas kami masing masing.

Berganti di dalam tenda rasanya asyik, terutama bagiku. Mengapa? Karena dalam jangka waktu yang panjang, akhirnya aku dapat belajar hidup mandiri tanpa bantuan orangtua sepenuhnya. Mungkin beberapa hal akan dibantu oleh kedua orangtuaku. Maklum, aku belum cukup dewasa untuk dapat hidup sendiri. Namun setidaknya, aku dan teman-temanku sudah mempunyai pikiran yang cukup matang untuk menjaga diri kami dalam tiga hari tanpa ada kejadian yang patut diwaspadai. Oke, kembali ke topik utama. Kami pun berganti dengan agak ribut. Ya, kita semua tahu, yang namanya pramuka pasti mempunyai banyak sekali kelengkapan yang harus dicantumkan dalam baju maupun topinya. Karena kami juga masih belum begitu dewasa, tentu saja kadang-kadang kelengkapan itu tersebar dan hilang, sehingga kami ribut mencarinya kemana-mana. Setelah kami selesai berganti, kami pun mengembalikan beberapa hal di tas.

Semua sudah siap. Topi, baju pramuka, celana pramuka, kaos kaki hitam, dan sepatu hitam sudah kami pakai semua di tubuh kami masing-masing. Hanya saja, ketika kami melihat ke sekitar tenda kami, rasanya ada yang hilang! Apa itu? Kami ternyata belum membuat parit. Parit itu tentu saja harus dibuat, karena tanpa adanya parit, air hujan yang turun akan mengalir deras ke dalam tenda kami. Apalagi, musim semakin tidak menentu karena adanya pemanasan global, sehingga hujan sering datang di siang menjelang sore! Namun itu belum menjadi hal yang mendesak bagi kami. Setidaknya, belum! Kami masih bisa mengerjakan kegiatan tersebut ketika jeda waktu. Akhirnya kami berlari menuju kumpulan siswa yang sudah mulai berbaris untuk melaksanakan defile, Upacara Pembukaan Kemah Galang 2017, pada hari itu. Setiap kontingen sekolah sudah membawa spanduk berisikan nama sekolahnya. Upacara defile sudah siap dimulai.

Tata cara upacara defile sangat mudah. Kami hanya perlu berjalan sambil membawa spanduk dan menyerukan yel-yel sekolah. Tentu saja, sekolahku sudah memiliki yel-yel unik yang dibuat oleh wali kelasku. Kami sangat bersemangat untuk menyerukan yel-yel tersebut. Upacara pembukaan (defile) tersebut berjalan selama sekitar 1 jam, dilanjutkan misa pembukaan. Setelah misa usai, kami pun segera kembali ke tenda untuk berganti baju lagi. Tentu saja berganti lagi menjadi baju bebas. Tugas kami selanjutnya adalah memasak, tepatnya memasakkan untuk SD lain. Tentu saja, itu semua tak lepas dari campur tangan orangtua kami. Bisa kalian bayangkan kami memasak tanpa bantuan dari orang tua ataupun pendamping? Bagaimana rasa dari masakan kami? Mungkin masih enak, namun tak sesedap buatan orangtua kami. Jadi, untuk hal memasak kamipun juga dibantu. Namun ternyata, selama memasak, ada beberapa kejadian yang unik dan tak dapat terlupakan. Apa kejadian tersebut? Kalian bisa baca di serial selanjutnya!

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT