Serangan Mengkhawatirkan #06

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang hujan. Hujan sering disebut sebagai pembawa berkah, namun untuk kasus kami ternyata tidak. Mengapa? Karena hujan tersebutlah yang membuat kami basah kuyup, harus membuat parit, dan sebagainya. Namun, gara-gara hujan itu pula, kami akhirnya mempunyai pengalaman yang tak terlupakan. Untung saja, kegiatan masak kami tidak terlalu terganggu, karena kami selalu siap tindak dalam menghadapi masalah. Setelah semua itu terjadi, kamipun makan dan mandi. Beberapa dari kami benar-benar basah kuyup karena membuat parit disertai dengan ayah salah satu anggota kelompok kami hanya dengan jas hujan murahan. Namun itu semua tidak meruntuhkan semangat pramuka kami untuk melanjutkan kemah tiga hari itu.

Ada satu kejadian yang sangat menegangkan. Salah satu temanku yang terkenal mempunyai nafsu makan yang cukup besar, sehingga otomatis badannya pun ikut besar, mengalami sakit yang cukup parah. Sakit itu bukan sakit batuk, flu, maupun masuk angin, namun sakit asma! Ya, sakit yang tentu saja kita kenal sebagai sakit keturunan. Sakit itu tidak bisa hilang, hanya bisa diobati saja. Dan kalaupun sudah diobati pasti cepat atau lambat sakit itu akan muncul lagi, tergantung dari caranya sang pasien itu memperlakukan tubuhnya. Kalau dia memperlakukan tubuhnya dengan pola hidup tidak baik, seperti hujan-hujanan, minum-minuman dingin secara terus-menerus, dan lainnya, maka otomatis sakit asma itu akan kambuh.

Namun sebaliknya, jika pasien itu melakukan pola hidup yang baik, seperti makan makanan yang cukup dan bergizi, serta menghindarkan tubuh dari hujan dan minuman dingin, pasti asmanya sulit untuk kambuh. Kebetulan, karena cuaca tidak menentu, temanku tersebut kambuh asmanya. Apalagi, waktu sudah malam. Tentu saja, temanku tersebut tidak ada di dalam reguku, jadi kami tidak kelabakan memberi tahu kepada guru-guru. Bahkan, kamipun tidak tahu dan hanya diceritakan saja! Pada waktu itu, sudah beranjak malam ketika sakitnya kambuh. Kami tidak tahu bagaimana cara anggota regunya bisa memanggil guru yang berada agak jauh, namun intinya kepala sekolahku datang dan menanyakan beberapa hal mendasar tentang penanganan sakit asma. Semua cerita di bawah ini diceritakan kembali oleh kepala sekolahku kepada ibuku, kemudian ibuku menceritakannya padaku.

Begitu kepala sekolahku datang ke tenda regunya temanku tersebut, beliau menanyakan apa pertolongan pertama yang biasanya dilakukan setelah sakit asma itu kambuh selain minum obat. Temanku tersebut menjawab dengan nafas tersengal-sengal tentu saja, bahwa dia langsung dibawa ke rumah sakit terdekat dari rumahnya, yakni Rumah Sakit Panti Rini. Dengan jawaban seperti itu, tentu saja kepala sekolah harus membawa temanku tersebut ke rumah sakit! Jarak dari Bumi Perkembahan Jaka Garong ke Panti Rini tidak lah dekat. Omong-omong, sebenarnya tidak harus ke Panti Rini. Di daerah Pakem, atau 20 menit dari lokasi kemah, adan Panti Nugroho. Rumah sakit dengan istilah panti-panti ini sudah dengan sendirinya menandai adanya keterkaitan dengan Panti Rapih. Namun, yang namanya membawa seorang anak ke rumah sakit, urusannya bisa sangat rumit. Orang tua si anak mesti dilibatkan. Persoalannya terletak di situ: hp kepala sekolahku tertinggal di rumahnya. Bagaimana beliau bisa berkomunikasi dengan orang tuanya?

Untung saja, salah satu orangtua dari salah satu anggota regunya temanku tersebut berada di tempat yang sama dan membawa alat komunikasi yang penting tersebut. Akhirnya kepala sekolah dan orangtua tersebut menghubungi orangtua dari temanku yang sakit tersebut untuk memberi kabar. Lebih untung lagi, ternyata sang anak ini tidak harus dibawa ke rumah sakit. Ada alat bantu berupa oksigen portable, berukuran botok kecil, yang bisa menstabilkan sang pasien tersebut. Penyakit asma yang sempat kambuh itu pun berakhir dengan pengalaman yang datar, tidak terlalu dramatis untuk diceritakan. Diceritakan oleh kepala sekolah, si pasien akhirnya mendapat keistimewaan untuk tidur di ruang panitya. Ruangannya hangat, terbebas dari angin yang berhembus keras dan dari hujan. Si pasien itu pun tidur nyenyak dari sore hingga pagi. Yang aku tahu, pada saat pagi, dia sudah kembali dengan senyum dan ledakan tawa yang khas.

Intinya, temanku tersebut selamat dan tidak kekurangan suatu hal apapun. Aku hanya bersyukur karena tidak ada kejadian yang cukup serius yang terjadi padanya. Selain itu, aku juga bersyukur karena di dalam reguku tersebut tidak ada yang mengalami kejadian serius.

Sebagai penutup, kemah mestinya merupakan kesempatan untuk berprihatin ria. Namun sepertinya itu bukanlah itu yang terjadi. Tunggu kisah petualangan selanjutnya!

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT