Sejenak Merenung #07

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang temanku. Tentu saja, ketika aku menceritakan temanku, temanku tersebut mengalami hal di luar dugaan. Tepatnya, dia sakit asma. Serial lengkapnya kalian bisa kalian lihat di serial sebelumnya, namun singkat cerita temanku tersebut sakit asma pada malam hari kedua saat kemah dan akhirnya membuatnya harus mengikuti beberapa petualangan yang tak tergantikan. Sekarang, kita akan membahas lanjutan dari serial kemarin. Serial ini lebih terasa sebagai permenungan daripada serial-serial sebelumnya. Kegiatan di kemah sama pada umumnya dengan kemah-kemah pramuka lainnya, jadi jika aku menceritakan seluruh kegiatanku di kemah sama saja membuat kalian bosan.

Kita akan mulai saja sedikit permenungannya. Pertama, sebenarnya apa maksudnya diselenggarakan sebuah kegiatan kemah tersebut? Mungkin banyak dari kita yang berpikir, lebih baik belajar di sekolah dan berkegiatan di rumah daripada kemah. Mungkin anggapan itu benar. Namun menurutku salah. Mengapa? Kita sebaiknya mengingat apa yang pernah dibayangkan oleh Sir Baden-Powell. Dalam tulisan kita di awal, kita pernah menyinggung hal ini. Intinya, kegiatan boyscouting, atau girlscouting, atau pramuka ditujukan untuk membekali anak-anak muda untuk mencintai tantangan. Tantangan dalam hal apa? Dalam banyak hal, dan yang paling menarik tentu saja tantangan dalam menjalani hidup di alam, bersama dengan teman-teman lain. Hidup di alam bebas penuh dengan tantangan. Kenapa? Anak-anak akan meninggalkan kenyamanan. Ketika di rumah, segala hal sudah tertata rapi. Nyaman. Tersedia. Namun, apakah demikian halnya ketika di bumi perkemahan? Tidak. Di tempat kemah, yang ada adalah hal-hal kumuh. Makanan pun tidak dengan serta-merta disediakan. Bahkan tidak jarang, harus menyediakan sendiri. Itu lah yang diharapkan. Yang diharapkan adalah anak-anak bisa mengalami suatu peristiwa kemandirian.

Namun, apakah cita-cita kemandirian sungguh bisa diperoleh? Apakah memang anak-anak telah belajar mandiri? Di sinilah keunikannya. Dalam kegiatan perkemahan itu, jelas, cita-cita kemandirian masih jauh. Dalam kisah sebelumnya, "Curang Berjamaah", jelas tampak di situ. Orang tua banyak campur tangan dalam banyak hal. Untuk lebih jelasnya, baca kembali serialku tersebut. Hal lain yang juga tidak kalah hebohnya adalah soal makanan. Anak-anak (termasuk aku juga) masih jauh dari sikap mandiri.

Ada cerita di mana cukup banyak makanan yang terbuang sia-sia. Saat itu kami menjalani kegiatan di hari kedua kemah. Kebetulan, orangtua kami sudah menyediakan catering-an berjumlah 9 untuk kami makan. Ternyata, kami lupa bahwa kami mempunyai jatah untuk dimasakkan regu yang sudah kami masakkan pada hari pertama! Menunya pun sama, yakni sop. Namun, karena kami sudah kenyang makan catering-an tersebut, akhirnya sop yang sudah dibuat susah-payah oleh regu lain tersebut terbuang sia-sia.

Sebenarnya, kami tidak layak untuk disalahkan. Mengapa? Pertama, kebanyakan dari kami bertubuh kecil, sehingga otomatis volume perut kami kecil dan tidak bisa dimasuki makanan terlalu banyak. Kedua, mungkin juga faktor lidah kami yang tidak mudah untuk beradaptasi, alias belum mandiri dan masih pilih-pilih. Ketiga, orang-orang tua kami tampaknya tidak tega. Ini terjadi dengan orang tuaku, yang membawakan makanan burger untuk kami bersembilan. Tampaknya, orang tua juga harus belajar untuk tidak terlalu kasihan dengan anak-anaknya.

Singkat cerita, kalau dilihat dari tujuan utamanya, yaitu melatih kemandirian, kemah macam ini jauh dari tingkat ketercapaian. Kami, anak-anak sebagai pelaku utama, sebenarnya tidak bisa dianggap paling bertanggung jawab atas kegagalan macam itu. Sepertinya pengelola program, dan juga orang-orang tua kami, memiliki andil besar untuk tidak tercapainya target kemandirian ini. Atau, jangan-jangan target kemandirian memang bukan sebuah tujuan yang layak untuk ditargetkan. Mengingat bahwa kami masih kanak-kanak, kami tentu tidak bisa diharapkan terlalu banyak untuk mendirikan tenda dan memasak. Namun, terlepas dari kekurangan di sana-sini, pengalaman kemah di tempat yang super kumuh (karena hujan yang superheboh!) dan tidur bersembilan di bawah tenda, tepat menjadi pengalaman luar biasa tak tergantikan.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT