Cuaca yang Mengganggu Perasaan

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang Buku Musashi berturut-turut. Memang, Musashi menimbulkan kekaguman bagiku. Mengapa? Karena setiap kata dari tokoh yang ada didalam buku cerita Musashi menampakkan sifat dari setiap tokoh di buku tersebut. Arti lainnya, pengarang dari buku tebal itu memang luar biasa cerdas. Sekarang, tentu saja, kita akan membahas sesuatu yang agak berbeda. Kita akan membahas sesuatu yang lain dari yang lain. Tepatnya cuaca. Pada waktu itu, tepatnya hari Selasa, aku dan ayahku berangkat ke Gereja Kotabaru. Tentu saja, kalian pasti sudah tahu untuk apa kami ke Gereja Kotabaru.

Ya, aku memang bertugas untuk melayani gereja. Caraku melayani gereja pun sebenarnya agak anti-mainstream, yakni bertugas pada jam setengah enam pagi. Karena jarak Gereja Kotabaru dengan rumahku agak jauh, tentu saja aku bangun lebih awal dari jam setengah enam pagi. Tepatnya satu jam sebelum jam setengah enam pagi, yakni jam setengah lima pagi. Begitu sudah bangun, mandi, dan berpakaian, aku langsung masuk ke mobil. Disana, ayahku menungguku di depan setir mobil. Tentu saja, setiap aku melayani gereja, disitu selalu ada pengalaman yang unik. Dalam cerita ini ada salah satu kisah yang bisa dibilang unik.

Pada waktu mobil kami akan memutar balik di depan Garuda AAU, langit di sebelah timur kami sungguh indah. Warna merah semi-oranye menghiasi angkasa, berpadu dengan sedikit warna awan mendung. Pada waktu itu, kami sangat-sangat kagum akan keindahan alam tersebut. Karena warna yang unik itu pula, maka jalanan lebih terang dibanding biasanya. Dugaan besar kami, pada waktu itu, cuaca cerah penuh keceriaan itu akan bertahan sampai sore hari. Apalagi, sensasi keindahan begitu kuat kami rasakan bahkan saat kami telah melewati Kampus UIN, yang berseberangan dengan SMA de Britto.  Memang, matahari masih tersembunyi rapat di punggung bukit. Namun pendar-pendar sinarnya yang terpantul dari langit menimpa gedung-gedung tinggi di samping kiri kanan kami. Sensasi aneh, sekaligus membawa semangat dan optimisme, hadir menyeruak di bawah iga-iga kami. Hari ini akan diberkati dengan keceriaan yang luar biasa. Begitu gumam kami berdua. 

 Ternyata, dugaan kami yang besar itu meleset 180o.  Kelihatannya memang sangat cerah, bahkan terlampau cerah untuk ukuran sepagi itu. Hal yang terjadi justru sebaliknya. Pada saat aku sudah selesai melayani gereja, cuaca benar-benar sudah berubah. Matahari seolah tidur lagi, setelah semalaman sudah menghilang dari pandangan kami. Awan mendung menutupi sinarnya yang cemerlang, sehingga cuaca pada hari itu sungguh suram. Bahkan, beberapa titik air hujan turun dari awan mendung tersebut.

Sungguh menyedihkan. Cuaca bisa berubah sewaktu-waktu. Parahnya, cuaca bisa mempengaruhi perasaan atau sering disebut feeling. Jadi, feeling kami pada waktu itu tentu saja kurang baik dibandingkan hari-hari sebelumnya. Sekedar informasi, hari itu memang sesuram yang ditunjukkan oleh awan. Hujan dari pagi sampai malam! Bahkan, ketika kami tidur malam, hujan masih terus berlanjut, seakan-akan tidak lelah! Suasana hari-hari ini memang superbasah di mana-mana. Kalau dipikir-pikir, tahun ini buku pelajaran Geografi tampak begitu berbohong. Mengapa? Musim kemarau pada bulan April sampai Oktober tidak pernah terjadi pada tahun 2016 ini. Suasana superbasah terjadi selama seharian penuh.

Namun, anomali selanjutnya, hari setelah hari yang suram tersebut, cuaca cerah luar biasa. Hati kami menjadi senang, seolah malaikat-malaikat menari dan berdendang bersama kami. Kenyataannya mungkin memang seperti itu, namun kita tidak tahu? Apakah sungguh malaikat memang benar-benar peduli dengan kami?

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT