Anggunnya Api Unggun - #03

Pada cerita sebelumnya, kita sudah tahu bahwa kami, regu singa mengalami “krisis kelaparan.” Mengapa? Karena impian kami makan nasi dan sop yang enak hancur lebur, hanya dikarenakan nasi terlalu sedikit dan sop yang tidak jadi. Namun, semua hal yang gagal kita lakukan adalah pembelajaran. Pembelajaran yang seharusnya membuat kita tidak lagi mengulanginnya lagi. Maka, kami mengambil pengalaman itu sebagai pembelajaran agar tidak terulang lagi di kegiatan memasak yang selanjutnya. Setelah memasak, kami memutuskan untuk membersihkan badan terlebih dahulu, lalu memakai seragam lengkap pramuka. Kenapa pramuka? Karena, acara kami yang selanjutnya adalah inti dari semua keasyikan di perkemahan. Apa itu? Api unggun!

Seperti yang kita ketahui, perkemahan adalah sesuatu yang seharusnya membuat kita mandiri dan berani untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa ketika sesuatu terjadi di luar kemampuan. Apa maksudnya? Di kamar mandi perkemahan, terdapat satu krisis lagi, yaitu “krisis air!” Kran yang seharusnya mengalirkan air tidak mengalirkan air dengan benar. Air keluar dari kran hanya berupa tetesan air. Bahkan, ada juga kran air yang tidak mengeluarkan air. Kami yang melihat dan mengetahui hal ini mencoba menghubungi pembina, namun mereka hanya berkata bahwa tampungan air memang habis dan kami harus pergi ke kamar mandi sebelah. Kami berjalan ke kamar mandi sebelah. Lalu kami membuka salah satu kran yang terdapat di sana. Wow! Walaupun air yang mengucur dari kran tidak begitu banyak, namun setidaknya sedikit lebih banyak daripada kamar mandi yang sebelumnya kami kunjungi. Tetapi, untuk menghemat air, kami memilih untuk tidak mandi dan hanya membersihkan kaki, tangan, serta rambut.

Akhirnya, selesai membersihkan diri, kami pergi ke tenda untuk persiapan terakhir. Sesampainya di tenda, kami menyimpan terlebih dahulu semua alat mandi dan pakaian kotor kami, lalu memakai hasduk dan topi. Setelah itu, kami memakai sepatu dan kaos kaki pramuka, lalu sambil menunggu kami berbincang-bincang satu sama lain, mengisi kekosongan. Nampaknya, kayu yang akan dibakar sedang ditata dan kami harus menunggu sebentar agar kayu dapat tertata dengan baik dan api unggun dapat menyala dengan indah. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya kami dipanggil ke arah kesekretariatan. Ternyata, kayu yang ditata untuk menjadi bahan bakar api unggun terletak di samping depan kesekretariatan. Kami semua anak kelas 7 diatur oleh para pembina untuk mengitari tatanan kayu tersebut. Dari tatanan kayu sampai ke anak yang terdekat ada sekitar 3 meter, sehingga api yang terbakar tidak akan mengenai siapapun. Setelah lingkaran yang besar terbentuk, kami pun memulai upacara api unggun.

Jujur, aku pernah mengikuti upacara api unggun. Saat itu, aku masih kelas 5 SD dan mengikuti PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu). Namun, upacara api unggun saat itu berbeda dengan upacara api unggun saat aku sudah sekolah di SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta. Saat ini, upacara api unggun lebih megah, meriah, dan lebih keren tentu saja. Upacara api unggun diawali dengan dengan sedikit pidato Aku tentu tidak menghapalnya secara persis, namun kata-kata itu berhubungan dengan permainan kata bahwa api adalah sumber kehidupan. Lalu, pembina yang berada di tengah menyalakan obor yang berada di tangannya dengan korek api. Kemudian, salah satu kakak DP berlari dan menyalakan obornya dari api yang berada di obor pembina tersebut. Ia membagikan kepada 10 DP lain yang sudah bersiap di belakang lingkaran sambil memegang obor. Api tersebut akhirnya sampai ke seluruh kakak DP di belakang lingkaran. Kemudian, beberapa saat kemudian, ke-10 DP tersebut mengacungkan obor sambil berteriak “API” satu persatu secara bergantian. Lalu, setelah semua kakak DP mengucapkan “Api,” kakak pembina yang berada di tengah mengucapkan beberapa kata, dan kesepuluh DP itu mengucapkan kesepuluh ayat Dasadharma Pramuka secara bergantian. Satu orang dari mereka mengucapkan satu ayat dari Dasadharma Pramuka.

Setelah selesai mengucapkan Dasadharma Pramuka, mereka berjalan pelan ke tengah, sambil diiringi semacam “mantra” dari kakak pembina di tengah. Kemudian, ketika mereka sudah sampai di tatanan kayu, mereka membakar kayu tersebut. Kayu tersebut tentu tidak terbakar secara sempurna, sehingga perlu beberapa orang pembina untuk membantunya terbakar sempurna. Lalu, kakak DP pun, sambil memegang obor, berlari memutari api unggun sambil bernyanyi lagu lagu nasional Indonesia. Apa yang terjadi selanjutnya? Tetap saksikan kelanjutannya ya..

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT