Sekedar Tenang - #11

Pada serial sebelumnya, kami seluruh siswa kelas 7 sudah berkumpul dalam satu kesatuan dan menunggu apa yang akan dilakukan oleh kami selanjutnya. Tentu saja, seperti yang sudah disebutkan di cerita sebelumnya, kami harus mendapatkan “tiket” untuk apapun acara yang akan diselenggarakan. Maka, kami harus menunggu dengan sabar. Tiba-tiba, salah satu kakak DP maju ke depan dan membawa dua bendera dengan tangkainya. Bendera tersebut memiliki dua warna, yaitu merah dan kuning. Dua warna tersebut berada di dalam bendera sebagai segitiga sama kaki yang saling bertolak belakang, merah di atas dan kuning di bawah. Seharusnya, semua orang yang pernah belajar di sekolah dan lulus SD, setidaknya, akan mengetahui benda apa itu. Namanya adalah bendera semaphore. Bendera tersebut dapat menyimbolkan semua alfabet dengan gerakan dan simbol tertentu. Biasanya, orang yang tersesat ataupun terdampar juga memiliki alternatif menggunakan bendera semaphore dalam meminta tolong kepada siapapun yang lewat namun jauh dari jangkauan.

Saat kakak DP tersebut maju ke depan sambil membawa bendera semaphore, semua anggota dari regu merasakan bahwa ada yang tidak beres. Tidak satupun dari kami hapal tentang simbol-simbol bendera semaphore. Satu-satunya kesempatan kami adalah melihat buku saku, buku serbaguna dalam pramuka. Kakak DP mengatakan bahwa dia akan memberikan satu kalimat dan harus dipecahkan. Tiga regu tercepat, dan tentu benar, ketika menjawab akan mendapat giliran lebih awal dibandingkan regu lain. Lalu, setelah kami kira kakak DP akan memulai kalimatnya, ia menambahkan satu larangan, “Jangan melihat buku saku.” Larangan tersebut adalah larangan yang terburuk bagi kami. Bahkan kami tidak mempunyai bayangan bagaimana akan mendapat tiket tersebut, jika kami bahkan tidak tahu cara mendapatkannya.

“Kalimat pertama!” kata kakak DP tersebut. Setelah mengatakan itu, dia mulai melambai-lambaikan benderanya. Kami bingung akan menulis apa, namun dengan segenap tenaga kami, kami menggunakan kertas untuk menulis setiap gerakan. Lalu, kami mencoba untuk memecahkannya. Kami berusaha semampu kami. Kami melihat ada simbol yang sama, kami menggabung-gabungkan, namun begitu kami agak yakin dengan jawabannya, tiga regu sudah terpilih. Sekarang, “gelombang kedua.” Setelah ketiga regu tadi pergi dari pandangan kami, “gelombang kedua” dimulai. Kakak DP, seperti biasa, memulai melambai-lambaikan bendera semaphorenya. Simbol-simbol yang kebanyakan dari simbol tersebut tidak bisa kami pecahkan. Namun, kami tetap berusaha. Seperti yang sudah-sudah, kami gagal untuk kedua kalinya. Regu yang berhasil pun maju ke depan dan bersiap untuk pergi. Namun, mereka harus menunggu regu selanjutnya, karena kakak-kakak DP mencoba untuk meminimalisir terjadinya kemacetan dalam “acara,” atau bisa disebut “petualangan.” Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya mereka pergi untuk memulai “petualangan” tersebut.

Akhirnya, kakak DP tersebut mengatakan bahwa setelah gelombang kedua tidak ada gelombang ketiga. Kami tidak dipilih karena bisa memecahkan simbol bendera semaphore, namun karena ketenangan kami. Sama seperti saat guru meminta kita tenang, lalu orang yang paling tenang akan melakukan atau mendapat sesuatu. Namun, dalam kasus ini, ketenangan akan diukur dalam regu. Apabila satu orang saja dari regu berisik, maka regu tersebut kemungkinan besar akan berada di belakang. Maka, kami mencoba yang terbaik. Kami tetap tenang, tidak membuka mulut, dan mencoba hanya melihat lingkungan sekitar. Setelah sekitar 4-5 regu pergi, kami pun dipilih oleh kakak DP. Mengapa? Karena kami tenang tentu saja. Bersama dengan dua regu lainnya, kami pergi untuk menjalankan petualangan kami, tentu setelah menunggu beberapa saat untuk mencegah kemacetan. Lalu, bagaimana petualangan kami? Apapun petualangan yang terjadi, saksikan terus kelanjutannya...

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT