Begal pun Libur Natal #12

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang keharmonisan antar agama. Natal di rumahku, yaitu di Yogyakarta, memang sesuatu yang pribadi, bahkan tertutup. Tidak ada yang namanya open house. Tentu bukan untuk mendiskreditkan kelompok ormas tertentu, namun ada gerakan yang mengarah ke disintegrasi bangsa. Ormas tertentu tersebut membuat serangkaian aktivitas, atau pernyataan formal, untuk melarang berbagai atribut Natal. Kegiatan Natal bersama dengan agama non-Kristiani disebut sebagai tindakan yang sulit diterima oleh kelompok ormas tertentu. Tidak usah disebutkan namanya, bagi siapa saja yang melek huruf dan melek berita, pasti tahu siapa mereka.

Suka atau tidak suka, gejolak suara kencang ormas tertentu juga sampai di Sumatera. Bahkan, dari penjelasan seorang mantan mahasiswa ayahku yang sekarang bertugas di Singkut, Jambi, sempat terjadi kekisruhan. Seorang karyawan hotel berbintang tiga di Jambi melakukan sebuah aksi “adu domba.” Hotel ini disebutkan dimiliki oleh seorang pengusaha beragama Kristen. Wajar bila dia memasang atribut Natal di bagian lobby hotel. Karyawan yang sakit hati ini dengan sengaja meletakkan “sesuatu” – lebih tepatnya simbol sakral dari saudara-saudara kita beragama Islam, di bawah pohon Natal tersebut. Sontak, terjadi keributan yang hampir tidak terkendali. Ketika di Jakarta sedang ribut dengan isu penistaan agama, di Jambi juga muncul riak-riak yang berpotensi merobek kerukunan beragama. Untungnya, semua sigap dan tanggap. Seluruh jajaran birokrat turun tangan, mendinginkan suasana, dan mempertemukan pihak-pihak yang semula saling curiga.

Bagaimana dengan Mirasi? Ini lah isu pokoknya. Bila di Jambi hampir meletus pertikaian antar agama, di Mirasi, atau Lubuk Linggau secara umum, tidak tampak adanya ketegangan. Mengapa demikian? Kehidupan bermasyarakat yang harmonis tetap terjaga. Ketika Natal berlangsung, kunjungan tamu mengalir tidak pernah berhenti. Dari pagi, beranjak siang, dan sampai malam. Yang datang pun bukan hanya yang beragama Kristen saja. Banyak warga dengan latar belakang agama Islam juga datang. Mereka menyambangi keluarga-keluarga Kristen dan Katolik. Sungguh luar biasa sikap harga-menghargai, hormat-menghormati.

Aku pun seakan terserap dalam pusaran harmoni macam ini. Tanpa pikir panjang, begitu diajak untuk menjadi bagian dari konvoi anak-anak, aku pun mengiyakan. Dengan bekal baju ala kadarnya, jaket, dan sandal, aku pun segera membonceng kakak sepupuku. Ini lah kali pertama diriku menikmati kebebasan bermain!

Ada sekitar 8-10 rumah yang kami kunjungi saat itu. Namun tentu saja, kunjungan ke satu rumah bisa memakan puluhan menit. Walaupun cukup lama, kami hanya memakan makanan yang tersedia di meja dan beramah-tamah dengan pemilik rumah tersebut, tentu saja. Itu hebatnya. Kami menghabiskan waktu sangat lama, hingga dari siang sampai sore, kami hanya berkegiatan itu saja. Namun jangan diremehkan tentu saja, karena itu membangun keharmonisan antar umat beragama. Lagipula, itu juga kesempatan untuk belajar banyak hal.

Suasana hati yang muncul dalam kunjungan dari satu rumah ke rumah yang lain adalah kebahagiaan. Kebahagiaan itu pula yang kiranya membuat kami lupa waktu. Kami baru tersadar bahwa hari mulai senja. Sementara, jarak antara rumah kami dengan rumah terakhir, yaitu di T-Bangungsari, dipisahkan oleh Bulak yang menggentarkan hati. Aku sendiri memang belum begitu merasakan apa arti kata takut. Makhlum lah, aku belum pernah menjadi bagian dari kejadian nyata yang sesungguhnya. Bagi kedua kakak sepupuku yang memang sudah cukup paham, kekhawatiran itu tampak nyata. Dengan turunnya senja, dan juga segera harus sampai rumah, kami mau tidak mau harus melanggar “PAMALI” yang sudah disebutkan di serial sebelumnya, yakni menaiki motor menembus daerah terlarang, yakni Desa T (Bulak Bangunsari).

Kami melewati jalan berkelok, yang menembus rimbunnya hutan karet, dengan perasaan dag-dig-dug. Jangan-jangan kami disergap oleh segerombolan begal! Barangkali karena memang kami dinaungi keberuntungan, atau barangkali juga para begal itu pas menikmati Libur Natal juga, hingga tidak ada insiden yang mengerikan. Jadi, kendaraan bermotor kami tidak dirampas oleh para begal-begal yang tidak bertanggung jawab tersebut. Setidaknya, sampai saat ini, kami masih aman dan sentausa, berkat Tuhan yang baik hati. Nah, bagaimana kelanjutan dari petualangan-petualangan kami ini? Saksikan kelanjutannya di serial berikutnya!

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Telapak yang Terkoyak