Yang Baik, Mati Muda #09

Pada serial sebelumnya kita sudah membahas tentang suatu daerah yang bernama Bulak Sidosari. Tentu saja, daerah itu istimewa. Tentu saja, istimewa bisa berujung dua hal. Hal pertama yakni positif alias baik. Hal kedua tentu saja negatif alias buruk. Nah, khusus Bulak Sidosari, sepertinya keistimewaannya cenderung ke buruk. Mengapa? Karena di daerah tersebut, para pengendara motor sering dibegal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Apabila kalian ingin melihat keseluruhan kejadian yang menegangkan tersebut, silahkan baca serial sebelumnya. Sekarang, tentu saja kami sudah sampai tujuan akhir kami, yakni Tugumulyo. Di sana, aku bertemu dengan orang yang tentu saja sudah aku pernah kunjungi, kenal, dan sayangi. Terutama para saudara sepupuku yang umurnya tidak jauh dari aku.

Karena kami berada di Tugumlyo selama sekitar dua minggu, maka kami akan menceritakan sepotong sepotong kejadian unik saja di sana. Sekarang, kita akan membahas sesuatu yang keren. Ada suatu kata yang kukenal, yakni adagium. Apa itu adagium? Adagium adalah sebuah pernyataan konvensional yang didasarkan pada pengamatan. Salah satu adagium yang cenderung disepakati oleh banyak orang adalah: “orang baik yang dicintai Tuhan”. Ungkapan itu sering terdengar ketika kematian menjemput seseorang yang masih muda, dikenal baik, jujur, dan banyak membantu orang lain. Masih menurut adagium itu, cinta Tuhan sangatlah besar. Sebelum hal-hal buruk merusak kualitas seseorang yang baik itu, lebih baik dia segera dipanggil untuk masuk surga. Itulah logikanya. Apakah betul demikian realitas sesungguhnya? Namanya saja adagium. Artinya, anggapan yang sering diterima sebagai kebenaran. Apakah anggapan tersebut bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya? Tidak ada yang tahu pasti.                      

Terlepas dari benar tidaknya adagium tersebut, toh aku punya pengalaman yang mengenaskan, sehingga membuat air mata jatuh terurai dari pelupuk mata. Aku mengenal sosok yang cerdas, komunikatif, dan berperilaku sangat kooperatif. Namanya Brandi. Namanya unik kan? Nah, nama ini mengingatkanku pada seorang penyanyi terkenal. Namanya Brandi Carlyle. Penyanyi ini memiliki gaya bernyanyi yang sangat kuat, atau lebih tepatnya memakai teknik "scream" (teriak melengking). Tentu saja, aku bercerita di sini bukannya tanpa bukti. Kalian bisa lihat videonya di sini
            
Kami sekeluarga  memang sangat menikmati gaya Brandi Carlyle ini. Namun tentu saja, Brandi yang aku kenal bukan penyanyi. Yang aku tahu, dia memang mulai ikut-ikutan "menyanyi" pada waktu adzan maghrib dikumandangkan. Suaranya melengking, mengikuti suara dua temannya yang juga "menyanyi," menjadi pesaing muezzin dari masjid tetangga. Bahkan, lebih parahnya dia bukan seorang manusia! Kalian akan berpikir seorang Brendi ini siapa? Apakah dia manusia serigala, sesosok hantu yang suka berteriak, atau mutan manusia? Tentu tidak jauh-jauh dari kehidupan kita, dia hanyalah seorang anjing.

Setelah mendengar kata anjing, kalian mungkin akan meremehkannya. Namun perbuatan kalian salah apabila benar kalian meremehkannya. Brendi bukan anjing biasa yang nakal, suka mengganggu orang, dan menyalak tanpa alasan. Menurutku, Brendi adalah sesosok anjing yang baik hati, patuh kepada tuannya yang dalam kasus ini adalah seluruh orang yang masih memiliki hubungan darah denganku. Ya, walaupun begitu Brendi tetaplah anjing yang tetap menjalankan seluruh kehidupannya dengan patuh pada nalurinya saja dan tidak menggunakan otaknya secara keseluruhan. Tidak seperti kita, manusia. Pada waktu itu, Brendi dan teman-temannya sedang bermain. Kami pada waktu itu duduk di teras rumah saudara sepupuku yang ada di seberang rumah nenekku.  Tiba-tiba terdengar rintihan anjing. Kaing…. Kaing…. Kaing…. Tentu saja, hati kami langsung was-was. Siapakah anjing yang bersuara seperti itu?

Dengan segera kami tahu. Brendi, anjing cerdas yang sangat baik itu, tergolek lemas di pinggir jalan. Segera kami berlari mendapati anjing berbulu cerah itu. Tidak ada luka di tubuhnya. Tidak ada darah yang tercecer. Dia pun masih bernafas, hanya nafasnya tampak tersengal. Dengan segera kami membawa ke samping rumah. Anjing itu tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Namun, tatapan matanya seperti kosong. Aku tahu, dia menahan rasa sakit. Dia rebahkan tubuhnya di lantai. Degup jantung menjadi makin tidak teratur.

Tidak terlalu lama, tampaknya dia terserang kantuk hebat. Matanya terpejam, nafasnya mulai teratur. Aku berharap, dia segera pulih setelah tidur lelap. Aku tidak tega melihatnya menderita. Ayahku mengajakku menghabiskan waktu di perkebunan karet. Letaknya ada di seberang persawahan. Aku punya alasan untuk setuju, karena tidak tega menyaksikan si Brendi. 40 menit kemudian, kami kembali. Dari wajah sepupuku, aku segera mendapat jawaban. Tubuh Brendi sudah tidak bergerak-gerak lagi. Memang, tubuhnya masih hangat, namun jiwanya sudah pergi dari tubuhnya.

Brendi adalah anjing yang baru berusia satu tahun. Dia adalah anjing paling cerdas dan paling komunikatif dibandingkan dengan dua anjing lain yang sudah menua. Dia adalah anjing terbaik yang aku kenal. Kenapa dia mati di usia yang masih sangat muda? Apakah karena dicintai Tuhan sehingga kematian menjemputnya agar tidak sempat berbuat hal-hal yang tidak baik?
Itu lah satu potong pengalaman yang menyedihkan.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Telapak yang Terkoyak