Sempat Bersitegang #02

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang liburan natal dan tahun baru. Intinya, liburan tahun ini, yakni 2016-2017 berbeda dari yang sebelumnya. Mengapa? Karena, kami sekeluarga membuat semacam terobosan agar liburan kami tidak monoton, dengan cara liburan ke tempat yang jauh, sangat jauh dari rumah kami. Tentu saja, sebagai manusia, kita berhak mendapat liburan. Oke, karena itu adalah topik serial sebelumnya, maka kita akan tinggalkan saja pada serial kali ini. Namun, bukan berarti kita meninggalkan seluruhnya, namun hanya sebagian saja. Lebih tepatnya adalah, melanjutkan.

Tentu saja, perjalanan dari Jogja ke Pelabuhan Merak bukan suatu hal yang sepele. Kami butuh ketahanan jiwa dan mental, terutama ayahku yang menyopir mobil. Sebelum benar-benar berangkat dari rumah, kami berdoa dengan khusyuk. Kami benar-benar memohon pada Tuhan Yang Mahakuasa untuk melindungi kami agar sampai di Lubuk Linggau dengan selamat. Begitu doa itu berakhir, kami semua mengunci seluruh pintu rumah, garasi, dan lainnya agar selamat dari jangkauan para “orang-orang nakal.” Akhirnya, pada hari Sabtu, 18 Desember 2016, kami berangkat dari Jogjakarta. 

Berbagai pengalaman seru kami alami di jalan. Mulai dari salah jalan hingga kemacetan. Tentu saja manusia tidak sempurna. Berbagai kesalahan akan dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Namun yang tidak biasa adalah, apabila kita dapat mensyukuri kesalahan itu dan membuatnya menjadi pengalaman yang berharga. Begitu pula dengan keluarga kami. Berbagai kesalahan kami lakukan. Bahkan sampai membuat suasananya begitu tidak enak. Namun, kami semua menghargai dan menerimanya.

Nah, dari sekian kesalahan (yang jumlahnya tidak terlalu banyak sebenarnya), ada satu yang membuat kami sempat bersitegang. Kesalahan itu tepatnya di akhir jalan Toll dalam Kota Jakarta (Meruya). Mestinya, kami mengambil jalur paling kiri untuk mengambil jalan Toll Jakarta-Merak. Nah, kami mengambil jalur tengah. Begitu melewati palang pintu, kami sadar atas kesalahan. Di sini lah letak ketidaknyamanan. Mungkin karena sudah mulai capek, ayahku tiba-tiba kehilangan rasa humornya. Wajahnya terlalu serius. Barangkali kalau beliau melihat wajahnya sendiri di cermin, ayahku juga akan membenci dirinya sendiri! Untunglah, setelah memutar-mutar dalam ketidakpastian selama 15 menit, akhirnya  GPS berhasil memberikan kejelasan. Total ada sekitar 20 sampai 25 menit waktu hilang percuma karena kesalahan kecil itu. 

Akhirnya, petualangan kami selesai, setelah melewati puluhan jam dari Jogjakarta. Kami sudah sampai di Pelabuhan Merak! Sayangnya, kami belum pernah mengetahui bagaimana caranya agar kami bisa memasukkan mobil kami beserta tubuh kami ke dalam kapal. Kami pikir, cara yang paling baik adalah bertanya dengan orang-orang di sekitar pelabuhan. Semestinya mereka tahu tata cara untuk memasukkan mobil ke dalam kapal. Akhirnya, setelah berusaha sedikit keras, kami pun akhirnya menemukan. Dengan segera, mobil kami terparkir dengan rapi di dalam kapal. Aku sangat kagum, kapal sebesar itu dapat mengangkut banyak sekali kendaraan, mulai dari kendaraan berat sampai kendaraan seperti mobil. Tapi, kapal sebesar itu memang dirancang untuk itu. Jadi, kita tidak perlu heran dan terkejut.

Begitu memarkirkan mobil di tempat parkir di dalam kapal yang besar tersebut, kami naik ke ruang pengunjung. Saat itu, kami merasakan sensasi yang aneh. Pertama, kaki kami kaku karena terlalu banyak duduk. Kedua, ruangan yang memuat tangga cukup sempit, sehingga seperti terjebak dalam kapsul berwarna putih. Akhirnya kami sampai di tempat ruang pengunjung. Lantainya berkarpet dan tentu saja ber-AC. Selain itu, ada suatu bar kecil-kecilan di ruang tengah kapal. Di sana, bar tersebut menjual makanan pop mie, minuman, dan bahkan menawarkan stop kontak untuk mengisi baterai handphone. Syaratnya, itu semua diganti dengan uang alias membayar. Kami duduk di kursi yang mengelilingi meja. Di situ, kami memesan pop mie untuk mengganjal rasa lapar.

 Butuh waktu dua jam bagi kapal biasa untuk mencapai Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Dalam waktu dua jam itu, kami menyerap informasi yang cukup menarik bagi kami. Biasanya tempat yang kami duduki itu berbayar. Kami tahu hal itu ketika ayah dan aku pergi keluar untuk melihat pemandangan. Walaupun aku pertama kali naik kapal, namun itu bukanlah sesuatu yang mengerikan bagiku. Bahkan, itu merupakan sesuatu yang menyenangkan. Di situlah, seorang ibu-ibu bercerita dengan kami. Kami akhirnya mendapat info yang cukup menarik tersebut. Ayahku yang mendengar hal itu tentu saja langsung nyeletuk “Wah Rio, gara-gara kita, tempat ini jadi gratis ya?” Tentu saja itu tidak benar, namun hanya kebetulan.

Bagaimana petualangan selanjutnya? Mari kita lihat di serial selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Telapak yang Terkoyak