Raket Nyamuk Sensasional


Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang pemecahan misteri hammock. Ternyata, hammock tidak sesulit yang kita bayangkan. Bahkan lebih mudah daripada pemecahan otak. Tetapi, seperti yang kita ketahui pada serial sebelumnya, pekerjaan fisik belum tentu lebih mudah daripada pekerjaan otak. Jika kalian ingin mengetahui pembahasan yang lebih dalam dan serius, maka bacalah serial sebelumnya. Sekarang, tentu saja, kita akan membahas sesuatu yang sangat berbeda dari beberapa serial terakhir. Kita tidak akan melanjutkan serial Pinus Asri Dlingo, namun serial yang lebih unik daripada serial Pinus Asri Dlingo.

Pada waktu itu, hari sudah mulai malam. Tidak seperti biasanya, aku dan kedua orangtuaku pergi keluar. Mengapa? Apakah kami keluar untuk makan malam atau berwisata? Tidak. Kami tidak keluar untuk makan malam ataupun berwisata. Bahkan, kami tidak merayakan kebahagiaan. Lebih tepatnya, kesedihan yang berkembang menjadi kekhusyukan. Sebenarnya, di dalam hati kami ada kebahagiaan, namun bukan kebahagiaan yang sembarang. Apakah kalian sudah menebak apa arti kata-kataku?
Ya, kami pergi untuk menghadiri misa peringatan 40 hari seseorang yang sudah meninggal, dipanggil Tuhan. Lebih tepatnya, ayah dari salah satu pemain di B01. Tentu saja, untuk menghormatinya, kami, kelompok B01 ikut berpartisipasi dalam misa peringatan tersebut. Omong-omong, jika kalian belum mengetahui apa itu B01, B01 adalah suatu kelompok yang diisi oleh orang-orang yang bisa bermain alat musik. Tentu saja, yang dimaksudkan alat music disini adalah alat music klasik. Bukan seperti gamelan, atau yang lainnya, namun seperti biola, cello, flute, clarinet, dan yang lainnya. Seiring waktu, kelompok ini dilengkapi oleh berbagai macam alat music yang bisa jadi belum aku ketahui.

Malam itu dilalui dengan suasana khusyuk. Kita tidak akan membahas hal ini, karena hal ini hanyalah sebuah konteks dari serial atau inti cerita yang sebenarnya. Pada waktu itu, ketika misa sudah selesai, jam tanganku menunjukkan pukul 8.15. Tidak terlalu malam, tetapi cuaca terlihat suram, karena hujan deras turun dengan tergesa-gesa. Setelah beramah-tamah sampai sekitar jam 9, kami pamit kepada pihak keluarga untuk izin pulang. Begitu sudah selesai berpamitan, kamipun pulang dengan hati yang cukup senang namun khusyuk, dan mata yang berat karena mengantuk. Sesampainya di rumah, kamipun tidur dengan nyenyak dan lelap, tidak mengetahui bahwa esok pagi terjadi sesuatu kecil-kecilan tapi cukup unik untuk diceritakan.

Pagi menjelang, akupun terbangun, mendapati kedua orangtuaku sudah bangun. Namun mereka masih berada di tempat tidur. Maklum, karena pada waktu itu hari Minggu, jadi kami mempunyai hak untuk bermalas-malasan. Ayahku, yang mempunyai kebiasaan membantai para nyamuk dengan raket nyamuk, dengan segera beraksi. Ia memutarkan raket nyamuk yang berwarna ungu di atasnya. Namun, anehnya, walaupun tak ada nyamuk yang terlihat baik bunyi maupun secara visual, letupan listrik berwarna putih memercik di raket tersebut. Artinya, raket itu berbunyi tanpa ada target yang jelas. Arti lainnya, raket itu menipu kami.

“Lho, kok raketnya bunyi terus?” tanggap ayahku. Nadanya yang cukup lucu membuat kami tertawa. Benar saja, raket, yang notabene cukup baru tersebut, ternyata suka menipu. Raket nyamuk kami yang dulu rusak karena jatuh berkali-kali. Sekedar informasi tambahan, raket yang dulu warnanya didominasi warna orange. Raket nyamuk warna orange itu ternyata cukup rapuh, lebih rapuh daripada raket nyamuk kami yang baru ini. Frame warna orange yang berbentuk bulat telur itu patah di beberapa tempat setelah beberapa kali terjatuh. Praktis, raket itu tidak lagi efektif dipakai. Lebih parah lagi, kapasitas baterai elektrik untuk menyimpan daya listrik sudah menurun tajam. Setelah diisi beberapa waktu, dan kemudian dipakai tidak terlalu lama, arus yang tersimpan di baterai tersebut habis. Akibatnya, memakai raket yang lama rasanya lebih menyebalkan. Justru saat nyamuk-nyamuk berkeliaran, listrik dalam baterai habis!

Nah, raket yang baru tampak kokoh dan jauh lebih kuat. Memang, saat dipegang, rasanya jauh berbeda. Bunyi letupan-letupan dan percikan-percikan listrik di “senar” raket itu lebih mantap. Namun tampaknya perlu ada hal yang segera dikoreksi. Kemantapan bunyi dan percikan dari raket tersebut ternyata lebih tepatnya sensasi saja. 

Soalnya, tingkat frekuensi letupan dan percikan dari raket nyamuk itu tidak sesuai dengan jumlah nyamuk yang terbantai. Bahkan, ketika tidak ada nyamuk yang tersambar pun, bunyi “plethek-plethek” tetap dihasilkan. Jelas, ini menjadi misteri lain yang tidak bisa dinalar dengan akal sehat. Secara visual tidak terlihat nyamuk tersangkut di “senar” raket. Namun, kenapa pula bunyi masih terdengar nyaring? Tampaknya, raket yang baru ini layak dilabel dengan raket nyamuk sensasional.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT