Pinus Asri Dlingo #01
Pada serial-serial terakhir, kita sudah membahas tentang
serba-serbi teknologi. Mulai dari teknologi game, sampai teknologi sederhana yang
digunakan bangsa manusia untuk kebutuhan sendiri (khusus untukku yang masih SD,
tentu menjadi teknisi otodidak tippex menjadi salah satu contohnya). Sekarang,
tentu saja, kita akan membahas hal yang lain. Kita semua tahu, Jogja adalah
salah satu kota pariwisata dan sekaligus Kota Pelajar. Banyak tempat wisata
yang tersebar di Jogja: Malioboro, Kraton, Beringharjo, Candi-candi yang banyak
sekali. Tidak salah bila Jogja juga merupakan salah satu destinasi para turis. Nah,
yang belum begitu dikenal adalah wisata alamnya. Ada begitu banyak wisata alam:
di sepanjang pesisir pantai selatan, ada begitu banyak pantai yang cantik.
Struktur tanah di Gunung Kidul yang ditandai dengan batuan karst telah
memungkinkan terbentuknya gua. Bahkan, di daerah Kulon Progo yang berpegunungan
itu, ditemukan banyak wisata alam. Ada Puncak Suroloyo di Kecamatan Samigaluh.
Ke selatan lagi (masih di punggung Perbukitan Menoreh), akan ditemukan
setidaknya empat air terjun. Tepatnya di Kecamatan Jatimulyo. Tetapi, pada
kenyataannya, aku dan kedua orangtuaku bahkan
jarang berwisata. Jadi sekalipun kami tinggal di Jogja, yang menjadi tujuan
pariwisata alam, kami bisa dikatakan buta akan berbagai destinasi turisme di
Jogja. Ironis bukan?
Kebetulan, kemarin siang (Minggu, 11 September 2016), kami
tidak mempunyai pekerjaan yang cukup serius. Jadi, bisa dipastikan bahwa kami
akan keluar rumah untuk mengunjungi salah satu tempat pariwisata. Seperti biasa,
banyak hal-hal yang cukup mengejutkan untuk didengar di dalam cerita ini. Kami sudah
mempunyai rencana akan berwisata di salah satu tempat wisata. Tepatnya ibuku,
karena ibuku mempunyai keinginan untuk berwisata. Maklum, kami bukan orang yang
suka berkeliaran di luar rumah, kecuali untuk kebutuhan tertentu seperti
bekerja, sekolah, belanja, ke gereja, dan hal lainnya yang lebih penting
daripada berwisata. Nah, kebetulan, kami mempunyai dua pilihan, Jalan Daendels
yang diyakini oleh kami terkenal cukup cantik, atau Hutan Pinus Dlingo, yang
memang sudah terkenal akan keindahannya.
Walaupun sudah punya rencana, kami tetap bermalas-malasan di
rumah, karena memang kami jarang berwisata. Ibuku yang mempunyai keinginan
kuat, terus mendesak ayahku agar mengantarnya, aku, dan saudara sepupuku yang
tinggal di rumah. Namun, ayahku memberi syarat, ibuku harus belajar menyetir
mobil. Omong-omong, ibuku juga mempunyai bayangan untuk belajar menyetir mobil.
Mengapa? Karena hanya ayahkulah yang bisa menyetir mobil. Sedangkan, jika ibuku
bisa menyetir mobil, keadaan akan jauh lebih baik, sehingga ibuku seorang diri
bisa mengantarku kemana-mana degan mobil. Namun, bayangan itu hanyalah sebuah bayangan. Kenyataannya? Belum
terpenuhi semua.
Tetapi, karena ayahku diserang dari segala arah (aku
membantu ibuku), maka dia akhirnya menyerah juga. Dengan keadaan mengantuk, dia
rela mengantarkan kami semua ke salah satu tempat pariwisata. Akhirnya, kami
bersiap-siap dan menaiki mobil. Dengan segera, ayahku menancap gas dan mobil melaju
dengan kencang. Sebenarnya, apa sih tujuan kami? Setelah dipikir-pikir, kami
mempunyai rencana pergi ke tempat wisata yakni Hutan Pinus Dlingo. Kenapa? Selain
sudah terkenal, kami juga pernah mempunyai rencana untuk ke sana sewaktu budhe,
pakdhe, dan saudara sepupuku datang jauh-jauh dari Sumatera untuk menitipkan
salah satu saudara sepupuku di rumahku, karena ia akan kuliah di Jogja.
Jadi, intinya, kami pergi ke Hutan Pinus Dlingo untuk
memuaskan rasa penasaran kami dengan pinus yang menjulang tinggi. Apalagi, biasanya
foto tak seindah kenyataan. Namun, parahnya, kami sama sekali tidak mengetahui
di mana letak hutan tersebut. Akhirnya, kami memerlukan sebuah GPS di sebauh hp
untuk memandu jalan kami. Tepatnya Waze, salah satu GPS yang terkenal di kalangan
android. Intinya, pada waktu perjalanan, ayahku mengalami “bencana” ngantuk. Kenapa
bencana? Karena pengendara mobil maupun motor, jika mengantuk, yang pasti
otomatis tidak waspada, akan mengalami peristiwa kecelakaan. Untungnya, waze
memberikan rute jalan yang menanjak curam, sehingga kantuk yang dialami oleh
ayahku menghilang. Rasanya, pada waktu itu, seperti perjalanan menuju ke rumah
nenek dari ayahku, yakni Pegunungan Menoreh.
(bersambung ke serial selanjutnya ^_^)
(bersambung ke serial selanjutnya ^_^)
Comments
Post a Comment