Jalan Mulus Yang Menyesatkan dengan Sempurna #08
Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang sebuah
raket nyamuk. Tentu saja, semua yang dibahas di dalam blog ini tidak biasa.
Maka, dapat dipastikan bahwa raket nyamuk itu adalah raket nyamuk yang tidak
biasa alias raket nyamuk sensasional. Apa sebabnya? Jika kalian ingin
mengetahui apa sebab raket nyamuk di dalam serial sebelumnya diberi nama “Raket
Nyamuk Sensasional,” maka silahkan baca serial sebelumnya. Sekarang, tentu
saja, kita tidak akan membahas “Raket Nyamuk Sensasional,” karena tentu saja
itu sudah tamat. Sekarang, kita justru akan membahas lanjutan dari serial Pinus
Asri Dlingo.
Karena sudah memecahkan misteri hammock yang benar-benar
misterius bagi kami, sekarang kami akan beranjak dari lokasi Hutan Pinus Dlingo
ke rumah kami yang tercinta. Tentu saja, perjalanan berangkat yang cukup lama
akan kami rasakan kembali, bedanya ketika pulang, hati kami dipenuhi dengan
kepuasan yang luar biasa besar. Dengan segera, kami pulang melalui pintu
gerbang dan memasuki mobil kami. Anehnya, mobil kami yang hitam terasa dingin.
Biasanya, warna hitam identik dengan panas, karena warna hitam cenderung
menyerap panas dibandingkan dengan warna yang lebih cerah, misalnya putih. Itu
menjadi keanehan yang berkembang menjadi keunikan, karena wajar bahwa suhu di
Hutan Pinus Dlingo memang sangat dingin dibandingkan dengan suhu di perkotaan
Jogjakarta.
Kami dengan segera memasuki mobil. Walaupun bahagia berada
di Hutan Pinus Dlingo, tetap saja kami merasa capai dan perlu beristirahat.
Sedangkan Hutan Pinus Dlingo bukanlah tempat yang cocok untuk beristirahat.
Tempat yang paling cocok untuk beristirahat tentu saja adalah rumah. Jadi
intinya, walaupun kami bahagia dapat mengunjungi tempat wisata yang terkenal di
Jogjakarta, yakni Hutan Pinus Dlingo, tetap saja kami membutuhkan suatu tempat
untuk beristirahat. Ayahku dengan segera menancap gas dan mobil kecil kami
melaju kencang melewati jalan yang mulus.
“Lewat mana ini, kiri, kanan, atau lurus?” tanya ayahku saat
menemui sebuah perempatan. Pertanyaan ini wajar diungkapkan oleh ayahku, karena
pada waktu itu aku tidak membuka alat GPS di HPku. Mengapa? Salah satu alasan
yang cocok adalah, baterai HPku low alias
tidak begitu banyak, tidak seperti saat kami berangkat. Apalagi, menemukan
rumah yang sudah kami ketahui lebih mudah daripada mencari Hutan Pinus Dlingo
yang semula tidak kami ketahui di mana tempat wisata itu berada. Akhirnya,
dengan intuisi dan feeling ayahku, kami memilih lurus. Tetapi hati
nuraniku tidak begitu setuju dengan perkiraan ayahku. Walaupun begitu, aku
tidak protes karena semua jalan pasti mempunyai sebuah alur untuk mencapai
suatu tempat yang umum.
Ternyata, apa yang diperkirakan olehku benar. Kami tersesat
dan tidak tahu jalan pulang. Walaupun begitu, ada suatu perkecualian yang aneh.
Jalan yang kami lalui pada waktu itu lebih
halus daripada saat kami berangkat menuju ke Hutan Pinus Dlingo! Itu
menandakan bahwa jalan yang kami lalui pada waktu itu adalah jalan yang benar.
Mengapa? Berdasarkan logika, semakin masuk ke perkotaan atau pusat dari suatu
wilayah, tentu saja kondisi jalan akan semakin baik dan mulus, untuk
mempermudah berbagai distribusi barang maupun jasa. Sehingga sebenarnya, jalan
yang kami lalui itu tidak sepenuhnya salah.
Setelah melewati perjalanan yang panjang, ternyata jalan
yang kami lalui itu tidak salah. Justru benar, karena jalan itu terhubung dengan
jalan yang kami kenal. Di depan kami tampak perempatan dengan tulisan besar:
Kanan Wonosari, Kiri Yogyakarta. Secara alamiah, dua nama itu yang masuk dalam
otak. Garis-garis warna putih, dan belokan menurun ke arah kiri dengan cepat
memberikan identitas tempat itu. Itu adalah Puncak Bukit Pathuk. Dengan segera
kami membuat kesimpulan: jalan yang halus yang kami lewati memang menuju ke
jalur utama.
Kami pun merasa lega setelah menemukan jalur pulang. Begitu
mencapai pertigaan selepas tanjakan Pathuk, kami mengambil kanan. Percakapan
kami pun sedikit berbeda. Kali ini perihal keterampilan nyetir mobil. Lho kok?
Nah, ini lah misteri lain yang tampaknya perlu diceritakan selanjutnya. Dulu,
tepatnya tahun 2012 lalu, Ibu merupakan sosok utama yang menyebabkan ayahku
memiliki keahlian nyopir. Setelah jalan empat tahun memiliki mobil, tampaknya
ayahku gagal membuat ibuku memiliki keterampilan nyopir. Tentu, untuk lebih
jelasnya kisah ini, tunggu saja cerita selanjutnya.
Comments
Post a Comment