Juara (Bisa) Membawa Bencana - TAMAT

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang cerita Hutan Pinus Dlingo. Ya, maklum, karena terlalu panjang, serial Hutan Pinus Dlingo dibagi menjadi beberapa serial. Apabila kalian ingin menikmati serial-serial tersebut, maka linknya ada di sini untuk serial pertama, sini untuk serial kedua, dan sini untuk serial terakhir sampai kisah ini dibuat. Tentu saja, serial keempat akan dibuat dalam waktu dekat. Oke, sekarang kita akan membahas sesuatu yang agak berbeda yang lain. Tepatnya, lanjutan dari serial PIDAKSARA. Omong-omong, PIDAKSARA adalah singkatan dari Pidato pada hari Aksara.

Mengapa hari ini kita membahas soal lanjutan dari PIDAKSARA? Itu disebabkan karena ketika cerita ini dibuat, tepat beberapa jam sebelumnya sudah diumumkan para pemenang di dalam lomba tersebut. Jika kalian belum mengetahui apa sebenarnya lomba pada PIDAKSARA, maka kalian boleh membaca serial tersebut. Pengakuan dari teman-temanku, lomba pidatoku memang sangat lama. Jika temanku yang lainnya hanya sebentar, aku dibilang cukup lama. Namun, bukan itu masalahnya yang paling mengejutkan. Yang paling mengejutkan adalah, pengumuman dari lomba itu mencapai selang kurang lebih setengah bulan atau 2 minggu. Sungguh lama bukan?

Tentu saja, jarak waktu yang lama disebabkan karena berbagai keperluan. Salah satunya adalah, Senin minggu kemarin, tepatnya pada tanggal 12 September 2016, sekolahku libur karena menghormati umat beragama Muslim yang merayakan hari raya mereka, yakni Idul Adha. Mengapa hari Senin? Karena, sekolahku selalu mengumumkan apa saja yang ada hubungannya tentang sekolah pada hari Senin, atau pada saat upacara bendera berlangsung. Oke, lewati saja hal itu. Sekarang, yang terpenting adalah kita mendapatkan pengumuman tentang lomba tersebut. Pada waktu itu, hari sudah mulai pagi. Aku bangun dengan semangat, mandi, berganti baju, kemudian meminum energen. Setelah itu, aku menggendong tasku dan dengan segera, aku dan ibuku pergi dengan kecepatan penuh memakai motor kami.

Sesampainya di sana, seperti biasa, aku berpamitan kepada ibuku, memberi salam kepada semua guru yang berdiri di depan pintu gerbang sekolah, lalu berjalan menuju kelasku. Di sana, firasatku sudah mengatakan bahwa saat upacara akan diumumkan siapa saja yang juara pada hari Sabtu dua minggu yang lalu, tepatnya tanggal 9 September 2016 dalam rangka Hari Aksara sedunia. Benar saja. Ketika upacara bendera dimulai, para petugas melaksanakan tugasnya masing-masing.

Begitu masuk sesi “amanat,” guru yang memberi amanat tentu saja berbasa-basi terlebih dahulu. Di dalam serial ini, konteks berbasa-basi bukannya mengucapkan sesuatu hanya sekedar ngawur, tetapi mempunyai amanat tersendiri di dalam basa-basi tersebut. Setelah selesai berbasa-basi, tibalah waktunya untuk pengumuman. Karena yang mengikuti lomba tersebut tidak hanya kelas enam, namun seluruh kelas, maka agak lama aku menunggu.

Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Kami menunggu dengan segera. Hati kami berdebar-debar. “Evan, juara 3 untuk Lomba Pidato kelas 6,” kata guruku. Dengan wajah memerah karena bangga, temanku yang bernama Evan, yang juga mengikuti Lomba Pidato, maju ke depan untuk menerima hadiah yang sudah disediakan oleh sekolah. “Bintang, Juara 2 untuk Lomba Pidato kelas 6,” kata guruku sekali lagi. Tentu saja, dia maju dengan bangga. Kalian pasti sudah menduga-duga, aku mendapat juara atau tidak. Ternyata jawabannya sangat simple, namun bermakna. IYA. Namun, dibalik kata tersebut, ada perjuangan yang cukup panjang. Aku, selama hampir seharian penuh, telah menghapal teks yang sudah dibuatkan oleh ayahku agar aku dapat mendapatkan apresiasi penuh. Dan ternyata, perjuanganku tidak sia-sia. Pulang dari rumah, aku sudah membawa 5 buku besar alias big boss.

Tentu saja menjadi juara pertama dalam sebuah perlombaan menyenangkan. Namun, tampaknya bukan itu yang mesti dikenang selanjutnya. Juara pertama bisa membawa bencana. Di kelas enam ini, akan ada perlombaan-perlombaan lain yang tidak kalah menantangnya. Tentu saja bukan perlombaan formal seperti dalam PIDAKSARA tersebut. Berbagai perlombaan lain justru terletak pada upaya untuk melawan diri sendiri. Kok diri sendiri? Iya. Benar. Godaan-godaan untuk sekedar menikmati hiburan melulu. Kemalasan. Rasa mudah puas. Takut berdarah-darah. Itu adalah musuh terbesar yang mesti dihadapi.  

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT