Hammock? #04

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang lanjutan dari PIDAKSARA. Tentu saja, serial sebelumnya cukup mengejutkan. Apa yang mengejutkan? Jika kalian penasaran, cek saja serial tersebut disini. Sekarang, tentu saja, kita akan membahas sesuatu yang agak berbeda. Sebenarnya, serial ini hanyalah sebuah lanjutan dari serial lain, yang akan melengkapi serial sebelumnya, yakni Veto Perkelincian. Istilah lainnya, kita hanya akan melanjutkan seri Hutan Pinus Dlingo. Tentu saja, pengalaman ini terlalu panjang untuk diceritakan dalam satu serial, maka aku pisah menjadi beberapa serial. Namun, tentu saja, seperti biasa, di setiap serial akan mempunyai keunikan cerita sendiri-sendiri. Sehingga, tidak ada alasan bagi kalian untuk bosan terhadap serial bersambung ini.

Begitu kami sudah selesai berurusan dengan papan kayu tersebut, kami patut untuk menelusuri lebih jauh lagi yang namanya Hutan Pinus Dlingo. Jalanan menurun. Jalanan itu sendiri berupa tanah merah, yang tentunya sangat khas karena tertaburi daun-daun pinus berbentuk jarum yang mulai mengering. Kami, dengan hati yang sangat senang, melihat berbagai macam pemandangan yang memang sangat indah. Tentu saja, kami tidak berhenti kagum melihat pemandangan sekitar. Ternyata, pemandangan foto dengan pemandangan asli tidak begitu jauh perbedaannya. Tentu, sebelum memutuskan untuk mengunjungi Hutan Pinus Dlingo, ibuku sudah berkali-kali melakukan investigasi via internet. Dari berbagai situs yang dilihat, memang foto-foto yang ditampilkan sungguh menjanjikan. Benar saja, keadaan di lapangan sangat tidak mengecewakan. Kami bisa benar-benar membuang waktu apabila kami tetap saja malas-malasan di rumah tiap hari. Akhirnya, ada satu hal yang benar benar menarik perhatian kami.

Apa itu? Kalian pasti mengetahui, benda atau kain yang ditali di antara dua pohon pinus yang menjulang tinggi, yang biasanya bertingkat atau lebih dari satu, kemudian dipakai oleh para wisatawan untuk berfoto dan berpose sesuai keinginan mereka kan? Tepatnya, kain yang dibentangkan antar dua pohon itu digunakan sebagai sarana untuk bergelantungan. Warna-warninya memang terkesan norak. Bisa dipahami, kalau warnanya cenderung lembut, mana akan menarik perhatian. Benda itu, namanya hammock, sangat unik bagi kami yang belum pernah melihat. Lebih unik dan anehnya lagi, kami belum mengetahui cara naik ke atasnya. Mengapa? Karena, jarak kain yang berada di bawah dengan yang di atasnya cukup tinggi, dan sulit untuk dijangkau. Belakangan, kami tahu caranya, namun pada waktu itu, kami bahkan belum tahu sama sekali. Padahal, pada waktu itu, kami ingin berpose di kain yang cukup aneh tersebut. Maklum, kami adalah keluarga yang suka akan eksplorasi.


Akhirnya, untuk mengakali keadaan yang cukup menyebalkan tersebut, kami melakukan cara yang agak unik. Bagaimana itu? Aku, digendong oleh ayahku agar bisa menaiki kain yang diatas atau ditingkat atas. Hasilnya cukup unik, karena dengan metode seperti itu, aku berhasil naik ke atas. Begitu aku berhasil naik ke atas, ayahku dan ibuku bergantian foto denganku karena tempatnya tidak cukup. Pada waktu itu, kami bahagia, namun masih penasaran akan rahasia di balik kain tersebut. Sebenarnya, bagaimana sih cara kerja kain tersebut?

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT