PIDAKSARA

Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang ngenol, atau lebih tepatnya keunikan ngenol dari sudut pandangku dan pengalamanku sendiri. Ngenol memang tidak buruk kok. Hanya saja, sudut pandang kita dan cara kita menyikapinya saja yang membuat ngenol itu baik atau buruk. Tentu saja, sekarang kita akan membahas sesuatu yang agak berbeda. Di sekolahku, aku sering dipandang sebagai master atau jagoan dalam membaca. Kegiatan membaca banyak variasinya, termasuk berpidato, puisi, cerita, dan yang lainnya. Omong-omong, aku tidak bermaksud menyombong lho…

Kenapa demikian? Karena aku sering diajukan oleh sekolah untuk mewakili sekolah dalam hal keterampilan membaca. Kebetulan, dalam perlombaan membaca kitab suci, jarang ada yang bisa mengalahkanku dalam keterampilan membaca. Sekarang, kita akan memasuki masalah sebenarnya yang ada di serial ini. Jadi, pada hari ini, tepatnya pada tanggal 9 September 2016, sekolahku mengadakan lomba kecil-kecilan antar kelas, untuk memperingati hari aksara. Yang namanya hari aksara, tentu saja lombanya akan menyangkut tentang keterampilan Bahasa Indonesia. Kebetulan sekali, aku dipilih bersama teman-temanku untuk mengikuti ‘kejuaraan aksara’ tersebut.

Singkat cerita, kami berempat mengikuti lomba pidato. Kenapa berempat? Karena setiap kelas selalu dipilih empat anak sebagai perwakilan kelas. Namun, lomba pidato hanya diikuti oleh kelas enam, jadi kami hanya lomba antarsiswa berdelapan! Sungguh aneh tapi nyata. Oke, lewati saja hal itu. Intinya, kami berdelapan, empat kelas B dan empat kelas A, mengikuti perlombaan pidato tersebut. sementara teman kami yang lainnya mengikuti lomba yang lain, yakni lomba membuat puisi. Tentu saja, puisi itu harus ditulis menggunakan konotasi yang tepat dan hiasan yang cantik, agar dapat menarik perhatian dan dapat menjadi juara.

Pada waktu kami berempat diberitahu tentang itu oleh guru kami, kami tentu saja agak kaget. Namun, setelah berpikir beberapa waktu, timbul tekad kami untuk mengikuti lomba pidato tersebut. Akhirnya, kami masing-masing pulang ke rumah masing-masing. Tentu saja, kami pulang dengan waktu yang ditentukan oleh sekolah, tepatnya pada jam satu. Akhirnya, sampai di rumah, aku berpesan pada ayahku untuk membuatkan sebuah pidato yang berhubungan dengan “Bhinneka Tunggal Ika.” Mengapa demikian? Karena, tema dari pidato yang ingin disampaikan kepada hadirin adalah “Bhinneka Tunggal Ika.” Akhirnya, ayahku membuat sebuah pidato yang cukup spesial. Mengapa? Pidato yang dibuat ayahku selalu berbeda dari pidato pada umumnya. Tentu saja, arti dari kata berbeda ini berbeda dalam sisi positif dan bukan dalam sisi negatif. Jika kalian ingin mengetahui apa itu kespesialan dari pidato yang dibuat oleh ayahku, langsung saja cek di linknya. Pasti kalian akan menemukan beberapa perbedaan yang terdapat di situs tersebut.

Jika kalian sudah mengecek link tersebut, tentu kalian bisa merasakan keheranan dan kekaguman. Mengapa? Karena, pidato tersebut mempunyai banyak kata. Banyak kata, yang tentu saja hampir mustahil dapat dihapal dalam waktu singkat. Tetapi, bagian yang paling menakjubkan adalah, aku dapat menghapal pidato tersebut kurang lebih dari pulang sekolah sampai hari agak sore. Tentu saja, itu mungkin sulit untuk dibayangkan. Tetapi, kombinasi dari keruntutan pidato tersebut bersama dengan tekadku yang kuat menghasilkan kombo yang mengerikan!

Akhirnya, sampailah pada hari H. Breaking News: pidato temanku pendek semua! Entah mengapa, pidato yang dibuat oleh ayahku merupakan pidato yang terpanjang di antara teman-temanku, baik yang di kelasku maupun kelas sebelah. Bahkan, ada yang nekat mencoba impromptu, alias berpidato secara langsung tanpa persiapan dan teks sama sekali. Namun, aku menghargai usaha mereka, karena tentu saja, mereka sudah berusaha semaksimal mungkin. Apalagi, hebatnya, ada beberapa dari mereka yang dibuat sendiri.

Ternyata, lomba pidatonya cukup berbeda. Kami, peserta lomba, disuruh untuk pergi ke lab komputer. Begitu sampai sana, kami menunggu sampai para juri datang. Setelah itu, kami diundi untuk mendapatkan angka. Begitu kami mendapatkan angka, kami tampil sesuai urutan angka di kertas yang kami ambil itu. Kebetulan, aku mendapat undian nomor 3, sehingga jika dibilang terlalu lama juga tidak, jika terlalu sebentar juga tidak. Nah, anehnya pada sistem lomba. Kami masuk satu-satu ke lab untuk menampilkan pidato kami, pintu lab ditutup, dan kami membawakan pidato kami. Jadi, teman lain tidak bisa mendengar dan menyaksikan pidato kami masing-masing.

Pengakuan dari teman-temanku, lomba pidatoku memang sangat lama. Jika temanku yang lainnya hanya sebentar, aku dibilang cukup lama. Aku pikir, kali ini tulisanku mesti dihentikan di sini dulu. Belum ada informasi siapa yang memenangkan lomba itu. Barangkali itu akan menjadi sambungan tulisan berikutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT