Asyiknya Garuda Muda
Tentu akan membanggakan bagi kita dan orangtua kita, apabila
kita ikut berpartisipasi dalam konser, atau hal semacamnya yang dapat
mengagumkan orang banyak. Itu mungkin terjadi kepada kebanyakan orang. Namun,
bagiku dan bagi teman-temanku yang ada di kelompok Taman Budaya, penampilan
yang mengundang decak kagum sudah menjadi kebiasaan bagi kami. Hm, mungkin
terdengar sombong ya? Tapi, menjadi musisi atau artis memang dituntut untuk
mengembangkan sikap macam ini. Kata sombong barangkali terlalu berlebihan –
seakan merasa hebat tapi sebenarnya kosong melompong. Tampaknya, istilah yang
lebih tepat adalah percaya diri. Memang, untuk tampil di atas panggung,
siapapun tampaknya tidak akan menolak pernyataan ini: dibutuhkan kepercayaan
diri macam ini.
Singkat kata, kami – para musisi cilik di Taman Budaya
Yogyakarta, selalu dilibatkan dalam konser tahunan di Concert Hall-nya. Konser itu melibatkan anak-anak yang bisa bermain
musik, yang sudah mendaftar pada tahun sebelumnya di kelompok Taman Budaya.
Bagi yang belum tahu, Taman Budaya adalah tempat menampung kreasi, kepintaran,
dan bakat anak-anak yang terpendam, yang akhirnya di tempat yang sama,
dikembangkan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa. Kemudian,
untuk mempertontonkan kreasi, kepintaran, dan bakat anak-anak itu, diadakanlah
suatu konser tahunan. Namun, konser tahunan ini hanya berlaku untuk kelompok
musik maupun menyanyi. Kelompok teater, menari, menggambar, dan sebagainya, aku
tidak tahu, karena aku tidak pernah mengikuti salah satu dari kelompok-kelompok
itu.
Oke, di cerita ini, kita akan membahas bagaimana jalannya
konser tahunan pada tahun ini, yang dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29
Juli 2016 yang lalu. Di serial sebelumnya, acara konser tahunan ini pernah dimunculkan
walaupun hanya sekedar informasi saja. Pada waktu itu, hari menjelang sore.
Dengan mobil, kami bertiga, aku, bapak, dan ibuku, melaju ke Taman Budaya.
Sekedar informasi, kakak sepupuku yang menginap di rumahku itu tidak ikut
menonton konser, karena ada kerja kelompok dengan temannya. Begitu sampai di
halaman Taman Budaya, jam sudah menunjukkan pukul 3. Artinya, perkiraan waktu
kami tepat, sehingga kami dapat datang ke Taman Budaya tepat waktu. Setelah
dipikir-pikir, sebenarnya, ini agak ‘keterlaluan.’ Kenapa? Karena, konser
dimulai pada jam enam. Sementara kami datang pada jam tiga. Artinya, kami harus
menunggu selama tiga jam, sampai konser dimulai.
Tapi, alasan itu tidak berdasar. Kenapa? Karena, selama tiga
jam itu, kami tidak hanya diam duduk saja. Tentu saja, kami latihan, check
sound kembali, lalu dandan dan sebagainya. Itulah repotnya menjadi peserta
konser. Namun, itu menjadi pengalaman unik tersendiri bagiku maupun bagi
teman-temanku yang ada di kelompok bermain musik di Taman Budaya. Begitu selesai
latihan dan beberapa kegiatan lainnya yang cukup melelahkan, maka konser pun
siap dimulai.
Konser tahun ini cukup berbeda dengan yang
sebelum-sebelumnya. Apa perbedaannya? Pertama, judul konser bertajuk Save Our Children. Menurut sambutan
Wakil Gubernur DIY, Sri Paku Alam X, pilihan judul ini memang sangat cocok
dengan tantangan hari ini. Musik anak-anak dikatakan punah! Jadi konser kali
ini untuk menghidupkan kembali yang telah punah itu! Paling tidak itu poin
penting yang disampaikan dari pidato beliau. Kedua, tatacara konser ini juga
berbeda. Itu sudah pasti jelas, karena setiap konser akan mempunyai keunikan
sendiri-sendiri dibandingkan dengan konser yang sebelumnya.
Lalu, perbedaan yang paling
fatal adalah perbedaan nomor tiga. Menurut orangtuaku, perbedaan yang ini cukup signifikan,
karena di konser kali ini tidak ada yang namanya unsur ‘lucunya.’ Di konser
yang sebelumnya, unsur ‘lucu’ itu dirasakan, dan sekaligus dinikmati oleh para
penonton. Konser terlihat lebih mengalir dan tidak kaku. Selain itu, lagu-lagu
di konser tahun ini hampir semua sama dengan yang pernah dipertontonkan pada
konser yang sebelumnya. Jadi, perbedaan lagu itu hampir tidak ada. Perbedaan
ketiga ini bisa berakibat negatif. Namun, pada orang yang belum pernah sama
sekali menonton konser semacam ini, maka akan beranggapan bahwa konser ini
baik. Tetapi sesungguhnya, konser tahun ini tidak bisa dibilang gagal sama
sekali. Kenapa? Karena, masih banyak orang yang menyukai konser tahun ini,
terlebih karena lagu penutupnya yang sangat asyik
dan belum pernah dipertontonkan di konser. Lagunya dibuat oleh pelatih vokal,
yang aku kenal dengan nama Pak Sigit. Judulnya
sendiri terdengar keren sekaligus heboh, yaitu “Garuda Muda.” Nah lebih
heboh lagi kalau memainkan aransemen musik dari Mas Ghana!
Comments
Post a Comment