Kebingungan Mau Menulis Apa
Setiap serial yang dituliskan di blog ini, tentu saja
mempunyai sebuah sumber imajinasi. Salah satu keunikan dari blog ini adalah,
serial-serial yang sudah dipublikasikan di blog ini berdasarkan pengalaman
sehari-hari yang sederhana. Di sini, aku akan memberikan contoh serial yang
sudah dipublikasikan di blog ini, yang hanya berdasarkan sebuah pengalaman yang
sangat sederhana. Aku akan mengambil contoh dua serial, yaitu serial Jentik-Jentik
Nyamuk dan Konyol
Tanpa Mantol. Seperti yang sudah aku katakan, serial tersebut ‘hanya’
pengalaman yang sangat sederhana. Namun, kolaborasi antara aku dan ayahku menghasilkan
suatu serial atau cerita yang sangat menarik untuk dibaca.
Itu adalah keunikan dari blog ini. Kali ini, kita akan
membahas keunikan lain dari blog ini, yang baru saja aku temukan saat aku
menulis serial ini. Secara singkat, keunikan yang akan dibahas disini adalah
permasalahan yang kemudian aku jadikan sebagai bahan cerita. Pada waktu itu,
hari sudah mulai menjelang siang. Seperti biasa, pada pukul satu siang, aku dan
teman-temanku yang bersekolah di SD sama denganku, pulang sekolah setelah mempelajari
berbagai hal yang berguna di sekolah. Agak lama aku menunggu di sekolah,
akhirnya ibuku datang juga. Itulah ciri khas ibuku. Ia tidak pernah datang
cepat ketika menjemput. Alasannya? Ibuku malas menunggu aku keluar dari kelas!
Begitu ibuku menjemputku dengan motor berwarna hitam, ia
segera tancap gas dari sekolah menuju ke rumah. Waktu itu, cuaca agak aneh.
Langit mendung, tetapi hujan tidak segera turun. Mungkin hujan cukup bersabar,
sehingga memperbolehkan kami untuk sampai rumah terlebih dahulu sebelum sempat
kehujanan. Begitu kami sampai di rumah, ibuku memarkirkan motor, aku pun
berganti baju. Setelah selesai berganti baju, aku pun mulai makan dengan lahap.
Kebiasaan rutin yang aku alami setiap
hari secara rutin. Terutama pada hari Senin-Sabtu, karena selama hari itu,
sekolah mengadakan kegiatan belajar mengajar.
Seperti biasa, setelah makan dengan lahap, tugasku
selanjutnya adalah menulis cerita untuk dipublikasikan di blog ini. Namun,
untuk saat itu, otakku tidak memproduksi ide untuk cerita kali ini. Entah
kenapa, itu bisa terjadi. Ketika aku bertanya kepada ayahku melalui perpesanan
online, ternyata ayahku sedang sibuk dengan pekerjaan kampusnya. Kali ini, aku
mengalami jalan buntu yang hampir tidak bisa ditembus. Untungnya, ibuku punya
cara yang manjur. Kalian pasti tahu, di serial sebelumnya, tidur siang
mempunyai beberapa manfaat? Nah, manfaat tidur siang lain yang paling penting
adalah menyegarkan otak. Otak bisa disegarkan melalui tidur siang, asalkan
tidur siang tidak berlebihan atau ekstrim.
Ternyata pernyataan itu benar. Tidur siang dapat menyegarkan
otak. Apalagi, setelah selesai tidur siang, ayahku sudah hadir di rumah. Dengan
kata lain, pekerjaan kampusnya sudah diselesaikan untuk hari itu. Jadi, ayahku
bisa memberikan inspirasi akan cerita yang bisa dibuat. Akhirnya, jawabannya
agak aneh, namun, jawaban itu bisa dibuat menjadi serial kali ini. “Coba, kamu
tulis kebingunganmu di serial kali ini. Pasti bagus,” jawab ayahku
sungguh-sungguh.
Aku mencoba untuk membaca wajahnya. “Serius nih?” Ayahku
mengangguk. “Bingung mau menulis apa adalah bagian dari pengalaman tak
terhindarkan. Itu yang disebut writer’s
block. Macet total. Tidak ada ide. Ini menyerang siapa saja. Bahkan para
penulis kenamaan sekalipun. Itu adalah hal biasa,”jelas ayahku lebih lanjut. Bagiku,
apa yang dikatakan ayahku ini benar sepenuhnya. Setelah pertobatan dua hari
terakhir, aku sama sekali tidak menyentuh game online! Aku berusaha menikmati
tidur siang. Entah kenapa, justru setelah tidur siang itu pula, tubuh tidak
terlalu segar dan semangat hidup juga menjadi hilang. Ide-ide kreatif yang
sering meluncur deras seperti mitraliyur menjadi beku. Macet total!
“Solusinya sederhana. Coba paksakan dirimu menulis, bahkan
ketika emosi yang ada tidak mendukungmu. Ada yang menyebutnya sebagai uninterrupted writing sessions. Kamu boleh
percaya, boleh tidak, tapi toh ayahmu sudah memberikan bukti. Untuk dikatakan
cerdas-cerdas amat, jujur, itu bukan tipe ayahmu. Hanya saja, setiap mendapat
tugas sekolah, toh selesai tepat waktu. Studi S2, dua kali, selesai tepat
waktu. Studi S3 sama saja. Tepat waktu. Krisis kadang datang. Tapi kita sendiri
berlatih untuk mengelola krisis itu. Tetap menulis sekalipun emosi seakan tidak
siap,” papar ayahku panjang lebar.
Aku sangat bersyukur bahwa ayahku memiliki 1001 cara kreatif
untuk memastikan target 50 hari tulisan ini benar-benar tercapai.
Comments
Post a Comment