Misteri Raden Ronggo
Perayaan ultah negeri tahun 2016 ini sepertinya memang
istimewa. Bukan hanya karena usia negeri ini telah mencapai 71 tahun saja. Bagi
penggembar bulu tangkis seperti kami, tentunya Medali Emas Olimpiade Rio 2016
dari Ganda Campuran Tontowi/Liliana menjadi kado indah bagi negeri ini. Jadi,
kita, bangsa Indonesia, harus berbangga, karena tepat pada saat kemerdekaan
Indonesia, kita dapat memerdekakan bangsa Indonesia ini, melalui olahraga bulu
tangkis. Jadi, sepatutnya kita menghargai jasa Tontowi dan Liliana, karena
mereka telah membuat bangsa Indonesia ini merdeka, sekali lagi, di tanah orang,
nun jauh di sana.
Oke, kita tidak akan membahas tentang kemenangan pasangan
ganda campuran tersebut. Itu sudah mutlak kemenangan mereka dan Indonesia,
karena pasangan ganda campuran tersebut sudah berjuang sekuat tenaga demi Indonesia
tercinta ini. Sekarang, tentu saja, kita akan membahas tentang upacara bendera.
Setelah aku bangun dari tempat tidurku yang empuk, aku segera mandi, berganti
baju, meminum energen, lalu berangkat menuju upacara bendera tersebut.
Tentu saja, sebagai anak Indonesia yang baik, kita
semestinya ikut merayakan ulang tahun kemerdekaan Indonesia dengan baik pula, Namun,
merayakan ultah RI seperti ini bukan tanpa tantangan, setidaknya bagi kami,
anak-anak SD Kansas. Dibutuhkan stamina dan ketahanan mental yang kuat. Kok
bisa? Perayaan upacara bendera 17 Agustus 2016 tidak sembarang upacara bendera.
Pertama, upacara itu dilakukan di tempat yang namanya saja terkesan angker:
Lapangan Raden Ronggo. Kedua, peserta upacara pun berasal dari berbagai
sekolah. Ketiga, upacara dijalankan di bawah terik matahari yang menyengat.
Yang namanya upacara bendera umum seperti itu, tentu saja,
diikuti oleh anggota militer, polisi, dan disertai dengan ambulan yang siap
siaga untuk menjaga segala kemungkinan. Bahkan, berbagai pejabat pun ikut hadir
untuk menjadi petugas upacara tersebut. Selain itu, ada juga kelompok drum band yang ikut mengiringi upacara
bendera tersebut, agar upacara bendera tersebut menjadi lebih megah. Begitu aku
sampai di sana, sudah banyak siswa-siswi dari sekolah lain, stand by di sana. Aku segera turun dari
motor dan berpamitan kepada ayahku. Begitu selesai berpamitan, aku segera
bergabung dengan temanku yang memandang lingkungan sekitar.
Kebetulan, Lapangan Raden Ronggo tersebut dekat dengan rumah
kepala sekolah kami. Omong-omong, asal-muasal nama lapangan itu bagiku masih
menjadi misteri. Sebutan Raden Ronggo seakan-akan merujuk pada tokoh jagoan di
masa Abad Pertengahan! Kembali ke lapangan itu. Sambil menunggu, kami dapat
duduk-duduk di teras rumah kepala sekolah kami yang cukup luas. Di sana, kami
menunggu sambil bermain dengan handphone
kami masing-masing. Begitu upacara akan dimulai, kami segera beranjak dari
rumah kepala sekolah kami, menuju ke Lapangan Raden Ronggo yang berada di
seberang jalan. Di sana, sudah banyak sekali siswa-siswi yang berdiri untuk
mengikuti upacara perayaan kemerdekaan Indonesia.
Deskripsi yang paling tepat untuk Lapangan Raden Ronggo
adalah super panas. Ya, seperti deskripsi yang sudah aku ucapkan di depan,
Lapangan Raden Ronggo memang mempunyai suhu yang sangat tinggi. Pertanyaannya
adalah, mengapa bisa demikian? Seperti lapangan pada umumnya, Lapangan Raden
Ronggo adalah suatu area, yang tidak tertutup oleh apapun dan hanya beralaskan
rumput liar. Jadi, wajar bahwa suhu di daerah situ sangat tinggi. Selama satu
setengah jam, kami terpapar sinar matahari. Akibatnya, ada beberapa anak yang
mengalami pusing dan muntah-muntah akibat terpapar sinar matahari tersebut. Mereka
berguguran, seperti bunga-bunga yang melayu, persis ketika upacara sedang
berlangsung. Para guru didiknya mengangkati anak didik mereka dengan
tergopoh-gopoh. Dengan wajah panik, mereka meletakkan anak didik mereka dengan
hati-hati di mobil ambulan terdekat. Aku sampai heran melihatnya.
Keunikannya adalah, kami, aku dan teman-teman dari SD
Kanisius Kalasan tidak ada satupun yang mengalami sakit tersebut. Itu tentunya
menjadi misteri bagi kami. Apakah itu karena keberuntungan? Ataukah kami memang
lebih fit dibandingkan dengan anak-anak yang berguguran itu? Atau jangan-jangan
karena kami memang sudah terbiasa bermain di bawah terik matahari sewaktu jeda
istirahat? Atau bisa juga karena rumah
kepala sekolah kami memang dekat dengan Lapangan Raden Ronggo itu. Artinya,
sang kepala sekolah memang dikenal betul oleh yang menunggui lapangan yang
bernama mistis itu. Hm, itu lah misteri yang tidak terpecahkan.
Comments
Post a Comment