Nasgithel

Pada serial-serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang keunikan tugas dari sekolahku. Apa itu? Singkat cerita, serial-serial sebelumnya sudah membahas tentang drama dan tugas Bahasa Inggris. Jika kalian ingin tahu selengkapnya, maka bacalah di serial-serial yang sebelumnya sudah dibahas. Terlepas dari itu semua, kali ini, kita akan membahas keunikan dari keluargaku. Seperti biasa, yang namanya keluarga, pasti ada yang namanya menghibur diri. Entah itu pergi keluar, makan bersama, ataupun menonton televisi bersama. Nah, keunikan dari keluargaku yang akan aku bahas di sini adalah, keluargaku yang suka bercanda. Jika kalian ingin tahu, hal-hal lucu sekecil apapun dapat membangkitkan tawa kami.

Pada waktu itu, tepatnya pada hari Sabtu, kami keluar untuk makan bersama. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, sekolah membuat peraturan yang agak unik pada hari Sabtu ini. Apa itu? Pada hari Sabtu biasa, anak-anak atau siswa-siswi pulang pada pukul 13.00. Tentu itu diberlakukan pada para siswa kelas 3 sampai 6. Kelas 1 dan 2 pulang pada jam 10.00. Nah, Hari Sabtu ini, kami (kelas 3-6) pulang jam 11.20.

Ini tentu merupakan hal yang menyenangkan bagi kami. Lebih menyenangkan lagi, kedua orang tuaku membuat kejutan. Kedua orang tuaku menjemputku, membawakan baju ganti, dan mengajakku ke tempat yang dirahasiakan. Namun, melihat gelagat ayahku yang tampak kuyu, dengan cepat aku bisa mengambil kesimpulan: kami akan mencari makan siang di luar. Untuk tempatnya, aku sendiri masih tidak bisa menduga. Ayahku kadang sulit ditebak.

Perjalanan kami ternyata mengarah ke sisi utara, naik ke arah lereng Merapi. Tepatnya ke arah Kaliurang. Aku sendiri tidak begitu peduli, toh aku belum terlalu lapar. Aku sendiri memanjakan pemandangan di luar mobil, sambil mereka-reka apa yang akan aku tuliskan dalam kisah harian hari ini. Akhirnya, tanpa aku sadari, kami pun mencapai rumah makan sederhana. Namun makanan yang dijual di tempat makan itu sangat enak, tentu menurut standar penilaian kami. Tempat makan itu sering disebut sebagai warung “Nasi Merah Lombok Ijo.”

Mungkin beberapa dari kalian sudah pernah mendengar tempat makan itu. Pertanyaannya adalah, mengapa tempat makan itu diberi nama “Nasi Merah Lombok Ijo?” Sesuai namanya, makanan yang disediakan di sana adalah nasi merah plus sayur yang dilengkapi dengan cabai berwarna hijau, atau sering disebut sebagai lombok ijo.

Sebenarnya, makanan di sana hanya ada satu jenis saja. Nasi merah, dilengkapi dengan sayur lombok ijo, tahu, tempe, ayam, dan daun pepaya. Namun, bagi kami, makanan itu sudah sangat mencukupi kebutuhan kami. Apalagi, menurut kami, rasa dari masakan itu sungguh enak, sehingga kami tidak segan-segan lagi untuk mencoba. Nah, momen lucunya muncul saat ayahku memesan minuman untuk kami bertiga. Ketika ayahku menanyai aku dan ibuku apa minuman yang akan kami pesan, kami berdua menjawab minuman yang sama, yaitu es jeruk.

Hal yang aneh terjadi beberapa detik kemudian. Sang pelayan memandang kami, “Lha bapaknya pesan apa?” Entah apa yang sedang memenuhi otak ayahku. Mungkin begitu banyaknya urusan kantor membuat dirinya tidak terlalu konsentrasi. Dia malah seperti tercekam dalam kebingungan. Kedua bola matanya berputar ke kiri dan ke kanan, seakan-akan berusaha mengingat sesuatu yang pernah dia lakukan sebelumnya. Dengan agak tercekat, dia pun bilang, “Teh, mas.” Jawabnya singkat. “Teh?” sang pelayan balik bertanya. “Hm, ya … teh. Teh batu hangat!”

Sang pelayan pun mengangguk mantap. Sekejap itu pula aku dan Mamaku meledak dalam tawa. 

“Ayah pesan teh batu? Teh batu hangat? Sebesar apa nanti batu yang disajikan?” kataku nyerocos.  Tetapi, ayahku memang pandai membela diri.

“Dulu waktu pertama kali mampir ke sini, tepatnya 27 Agustus 2014, dalam perjalanan ke Bandungan, bersama teman-teman lain Bapak pernah pesan teh manis gula batu,” jelasnya panjang lebar. “Sekedar untuk pengetahuan saja, yang namanya makanan “Nasi Merah Lombok Ijo” ini memang berpasangan dengan teh nasgithel,” lanjutnya.

“Nasgithel? Apa itu?” tanyaku penuh rasa ingin tahu.

“Itu artinya teh panas, legi (yang artinya manis), dan kenthel (yang artinya kental). Rasa manisnya khas, karena pemanisnya adalah gula batu, yang mencairnya bukan dengan cara diaduk. Gula batu bisa cair karena ditambahi dengan teh panas, yang sesudah diseruput, ditambahi lagi tehnya, diseruput lagi, dan ditambahi lagi air teh panas.”

 Dengan demikian, siang ini aku dapat tambahan pelajaran baru. Jenis makanan Nasi Merah Lombok Ijo ini, kata ayahku, adalah makanan khas dari daerah Wonosari, Gunung Kidul. Selain menjanjikan kesehatan (karena nasi merah yang memang organik), rasanya pun menjanjikan sensasi kesederhanaan. Rumah makan tempat berjualan pun tidak bisa dikatakan mewah. Oleh karena itu memang nuansa kerakyatan dari jenis makanan ini benar-benar terasa.

Begitu ayahku menceritakan jenis kuliner itu, datanglah menu yang kami pesan. Kali ini, yang dikatakan ayahku benar-benar terbukti betul. Yang disajikan bukan teh dan batu, tetap teh nasgithel sungguhan.


Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT