Candi Sambisari
Bermain game digital memang boleh, namun kita tidak boleh
hanyut dan terlalu lama dalam game digital. Kita sekali-kali juga harus
melibatkan diri dalam kegiatan fisik, misalnya berjalan-jalan sekeliling kompleks
desa. Agar tidak membosankan, kita juga bisa menargetkan tujuan kita saat berjalan-jalan.
Pada waktu itu, pakdhe dan budheku masih menginap di rumahku. Tentu saja,
mereka tidak ingin menyia-nyiakan liburan di Jogjakarta, bukan? Aku dan Mbak Elen
masih bermain game di laptop. Ibuku yang sudah pulang bersama budheku dan
saudara sepupuku berkata, "Rio, ajak Mbak Elen ke Candi Sambisari dekat
rumah, biar mereka senang." "Nanti kalian ditemani Mas Edwin,"
tambah ibuku. Mas Edwin adalah saudara sepupuku yang lain, kakak dari Mbak
Elen. Begitu aku mendengar kata-kata ibuku itu, aku langsung bergairah dan
berpikir, "Berjalan-jalan? Bersama kedua saudara sepupuku? Pasti asyik."
Akupun dengan segera mengajak Mbak Elen yang matanya masih terfokus
pada laptop. "Ayo mbak, kita pergi ke Candi Sambisari," seruku.
"Iya," jawab dia dengan agak malas. "Tapi tunggu Mas Edwin,"
tambahnya seraya mematikan laptop dan menunjuk Mas Edwin yang tiduran sambil mendengarkan
musik dari headphone. "Oke, tapi aku ganti baju dulu," kataku seraya pergi
ke kamar tidur. Begitu selesai ganti, aku keluar dan mengajak kedua saudara
sepupuku itu ke pengalaman bahagia sekaligus mengasyikkan.
Keluar dari rumah, kami segera berjalan. Aku menjadi pemandu
jalan, karena hanya aku di kelompok kami yang tahu jalannya. Sambil berjalan,
kami saling bercanda dan berlomba-lomba untuk melihat candi dari kejauhan.
Akhirnya, beberapa menit kemudian, pagar hijau pembatas Candi Sambisari dengan
jalanan pun nampak. Tak lama kemudian, kami sudah berdiri di depan loket untuk
membayar biaya masuk. Kami pun berjalan menuju ke Candi Sambisari yang tertanam
di dalam tanah. Candi Sambisari bisa tertanam begitu dalam, disebabkan karena ledakan
Gunung Merapi yang begitu besar, sehingga memuntahkan lumpur, bebatuan, dan
awan panas yang akhirnya menimbun Candi Sambisari setinggi 6 meter lebih. Candi
ini ditemukan kembali oleh seorang petani yang sedang mencangkul di sawahnya.
Petani itu merasakan, ujung cangkulnya bersentuhan dengan batu. Begitu diperiksa,
ternyata itu adalah puncak dari Candi Sambisari. Akhirnya, candi itu dipugar, lalu
diberi nama seperti desa dimana ia terletak, yaitu Sambisari.
Kami berjalan, melongok ke bawah, melihat candi itu, dan berfoto-foto.
Aku bosan karena terus berfoto, maka aku mengajak mereka untuk kebawah, melewati
tangga di sisi kiri candi, dan melihat serta menyentuh candi itu secara
langsung.
"Wow, keren sekali," kata Mbak Elen begitu melihat
candi kecil itu. Kami pun dengan segera berfoto-foto dan melakukan pose yang
aneh-aneh. Begitu kami puas berfoto-foto di luar candi, kami masuk ke dalam
candi yang bertingkat itu dan melihat,
bagaimana keadaan candi itu. Kami berfoto-foto di depan patung para dewa yang
tertempel di dinding candi. Ternyata, bangunan candi tidak terhenti sampai situ
saja. Di dalamnya, terdapat semacam silinder tegak yang ditopang oleh bangunan berbentuk
seperti panci, dalam ukuran kecil. Aku dengan segera tahu, itu adalah bangunan
untuk menyembah Dewa Siwa. Namun kami tidak tahan berlama-lama di situ, karena
bau ruangan di situ apak. Kami segera keluar dari bangunan candi itu. Di depan bangunan
candi, ada semacam bangunan untuk persembahan yang tersebar. Kami juga berfoto
di situ.
Setelah benar-benar puas berfoto dan menikmati pemandangan Candi
Sambisari tersebut, kami pergi untuk pulang, namun melewati jalan di belakang
candi. Begitu sampai daratan, kami bernafas lega, karena capek sehabis berjalan
cukup jauh. Namun, tanpa disangka-sangka, ternyata ada jalan turun ke bawah di
sisi lain candi. Dan disitu, ada semacam dinding candi jaman dahulu. Belakangan,
aku tahu, namanya adalah balustrade. Karena rasa penasaran kami tinggi, maka
kami turun kebawah untuk melihat balustrade tersebut. Tangganya curam, berbeda
dengan tangga menuju candi. Begitu sampai bawah, kami berfoto di situ. Bahkan kami
cukup berani, terutama aku dan Mbak Elen, ke atas balustrade dan berfoto di
situ. Begitu kami puas, kami pun naik ke atas, lalu pulang ke rumah.
Ternyata tulisan yang dibuat di pinggir Kali Kuning memang bagus. Tampaknya tidak ada kesalahan dari hal sederhana yang kita lakukan. Sepulang dirimu bertugas mengiringi koor tadi, kita sepakat untuk berjalan menyisir Jalan Candi Sambisari. Namun tujuannya bukan candi, justru sungai di sebelah barat rumah kita itulah tujuannn. Kita menghabiskan waktu lebih dari 60 menit untuk menulis. Dan hasilnya ,seperti biasanya, selalu bagus. Dirimu memiliki daya konsentrasi yang tinggi. Dengan hape dirimu, kamu berhasil menuliskan cerita yang bagus.
ReplyDelete