Jago kebetulan

Liburan memang menjadi sarana bagi kita semua untuk bermain game dan berselancar di dunia maya. Faktanya, memang banyak orang yang memenuhi hari liburan hanya dengan berselancar di dunia maya yang seakan tanpa batas itu. Tetapi, apa jadinya jika sambungan internet itu putus selama beberapa hari. Tentu saja kita akan bosan dan jenuh, sehingga kita sendiri menjadi frustasi. Itulah yang terjadi pada kami sekeluarga. Pada waktu itu pagi yang cerah berkebalikan dengan suasana hati kami. Mengapa? Karena, Wi-Fi di rumah kami error.

Penyebabnya tidak kami ketahui, tentu saja. Kami kan, bukan teknisi yang dapat memperbaiki segala alat elektronik yang rusak. Karena itu, maka, kami hanya bisa berharap bahwa sewaktu-waktu, Wi-Fi kami akan menyala. Namun harapan kami sia-sia. Ibuku mengusulkan, kami meminta kepada Telkom agar Internet diperbaiki. Namun, saran itu belum kesampaian sampai sekarang. Kami sudah berusaha keras memperbaiki Wi-Fi dengan ilmu pengawuran kami yang kadang-kadang manjur, mulai dari mematikan Wi-Fi lalu menghidupkannya, sampai mengecek kabel-kabel. Namun kesemua usaha itu tidak pernah berhasil.

Hari itu genap hari ketiga, Wi-Fi kami error. Selama tiga hari itu pula, kami terpaksa menikmati jaringan internet yang lambat dari kuota hp kami. Tetapi, keluarga kami bukan keluarga pengeluh. Kami tetap kokoh menghadapi halangan itu. Kami tetap berusaha semampu kami, untuk memperbaiki Wi-Fi itu, walaupun kami tahu, itu sia-sia. Pada malam hari, kami semua pergi ke tempat tidur untuk beristirahat. Dan keesokan paginya, aku dan ibuku mendapatkan kabar gembira dari bapakku.

Pada jam 1 malam, bapakku bangun tanpa sepengetahuanku dan ibuku. Entah kenapa bapakku bangun seawal itu. Biasanya, bapakku ini bangun jam tiga pagi. Sepertinya ada-ada saja yang dikerjakan. Pekerjaan kantor, koreksi, belajar, membaca, dan menulis, serta entah apa lagi yang dikerjakannya. Mungkin karena hatinya gemas setelah tiga hari Internet mati, sehingga tidurnya pun tidak nyenyak. Pelan-pelan dia bangun (ingat, dia masih belum sembuh betul dari muscular strain di lehernya!). Ia mendatangi Wi-Fi di rumah kami, tepatnya diletakkan di ruang keluarga.  Dalam sekejap, Wi-Fi kami itu diutak-atik olehnya. Pertama-tama, Wi-Fi itu dinyalakan dan dimatikan. Cara klasik kami untuk memperbaiki Wi-Fi. Tentu saja, cara itu tidak berhasil, karena kami sudah mencoba berulang-ulang kali dan tetap tidak berhasil. Maka, lewati saja hal itu.

Kedua, bapakku mencoba hal yang baru. Dengan laptop kampusnya, disambungkanlah Wi-Fi itu ke laptop kampus dengan kabel LAN. Kemudian, Wi-Fi itu direset olehnya dan dimatikan. Lalu ketika dinyalakan, Wi-Fi itu menyala kembali tanpa tanda-tanda error. Itu, tentu saja, sangat menyenangkan hati bapak, dan selanjutnya, itu juga akan menjadi kabar gembira bagi aku dan ibuku. Dengan segera, bapakku menggunakan internet itu untuk bekerja.

"Oooooo, jadi begitu," kataku sambil manggut-manggut. "Untung kita mempunyai bapak yang ‘pintar’," kata bapakku dengan lagak sok penting. "Pintar dalam arti berani coba-coba saja. Soalnya, bapak sesungguhnya nggak tahu  cara memperbaikinya,” katanya merendah. “Bahkan, kalau disuruh untuk mengulang kembali cara memperbaikinya, tidak ada jaminan bahwa akan diperoleh hasil yang sama baiknya," lanjut bapakku.
 "Iya kan, ketahuan. Aku sudah menduga bapak kan cuma melakukannya dengan menduga-duga. Bukan dengan ilmu yang tinggi," lanjutku. "Haha, iya, betul sekali," jawab bapakku.

Tawa kamipun pecah bersama-sama. Kami memang seringkali tidak kesulitan menemukan kegembiraan dalam hal-hal sederhana yang kami jalani sehari-hari. Apa yang aku tuliskan ini pun bukan hal yang heboh-heboh amat. Namun, soal kebiasaan untuk menuliskan hal-hal biasa menjadi sesuatu yang memiliki arti, aku harus mengakui bapakku sungguh jagoan untuk itu. 

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT