Peri Rumah Pinjam ATM
Pada serial sebelumnya, kita sudah membahas tentang
kemisteriusan seorang peri rumah yang tetap misterius, tanpa memberi sedikitpun
kesempatan bagi kami untuk menyingkapkan rahasia secuilpun di sana. Singkat
cerita, peri rumah itu (mungkin) membuat buku-buku atau part-part yang hilang
pada serial sebelumnya muncul di laci yang lebih dari enam bulan tidak dibuka.
Selama beberapa hari, kami memikirkan hal itu. Karena, bagaimanapun juga,
manusia adalah makhluk yang selalu ingin tahu. Karena sifat dasar kami itu,
ditambah rasa penasaran yang tinggi, maka kami meneliti dan mengecek.
Ternyata, di bagian belakang laci bagian atas, ada sebuah
lubang kecil. Di situlah part yang kami letakkan jatuh ke bawah. Dan anehnya,
ketika jatuh, posisi part itu tidak berubah ketika jatuh. Itu mungkin ada
teorinya, yang tidak bisa aku sebutkan di sini. Lagipula, aku juga tidak tahu
menahu tentang teori itu. Intinya, itulah solusi yang kami cari berhari-hari
lamanya. Akhirnya, sifat manusia menang dalam serial sebelumnya. Tetapi, di
cerita kali ini, kita akan membahas kejadian yang sama sekali tidak masuk akal,
yang mustahil untuk dipecahkan secara logika. Kejadian ini membuat kami
berurusan dengan pihak ketiga, dalam artian, kami harus mengurus sesuatu
gara-gara kehilangan sesuatu pula.
Pada waktu itu, hari sudah mulai malam. Keluarga sepupuku
masih menginap di rumah kami. Waktu itu, kami sehabis pulang dari pesiar ke
pantai, jadi suasana di situ capek, namun
kebahagiaan kami sungguh tak terkira. Saat itu, aku sedang mengecek HP, ketika
ibuku bilang, “Lho, kok, kartu ATM tidak ada?” Pada saat itu, kami sedang di
kamar, hanya bertiga saja, yaitu aku, ibuku, dan ayahku, ketika peristiwa itu
terjadi. Bapakku yang mendengar hal itu berkata, “Mungkin ketinggalan waktu ibu
membayar atau bertransaksi.” “Tapi, sehabis membayar atau bertransaksi, aku selalu meletakkan ATM ke dalam
dompet?” jawab ibuku dengan penasaran. Ia sampai membolak-balikkan dompet,
namun tidak ada satupun hasil yang keluar dari dompet kecil berwarna cokelat
milik ibu itu. “Masa? Dulu kan, kita pernah beli batik. Mungkin, ibu lupa
meletakkan ATM itu di tempatnya,” kilah bapakku yang tidak bisa begitu saja
percaya.
“Nah, persoalannya, kalau menjadi begini, kartu ATM itukan
bisa disalah-gunakan oleh orang lain?” tanyaku. “Hmmm,” kata bapakku sambil
berpikir. “Begini saja. Bapak menelepon pihak bank, supaya memblokir kartu ATM
yang hilang, kemudian pihak bank membuatkan lagi sebuah kartu baru untuk kita
gunakan. Namun, sebelumnya, tentu saja, kita harus bertanya kepada pihak bank
maupun toko batik yang pernah kita kunjungi itu untuk menanyakan dimana kartu
itu berada,” jelas bapakku panjang lebar. “Jadi sekarang, bapak akan menelepon
pihak bank,” lanjutnya sambil beranjak ke telepon rumah. Bapakku pergi menelepon toko batik, dan mempunyai kabar buruk: kartu
ATM tersebut tidak berhasil ditemukan, karena memang tidak tertinggal di toko
tersebut. Dengan wajah tanpa menunjukkan kegusaran, akhirnya Bapakku menelpon
Bank. Nah, di sinilah kabar baik
didapatkan. Pertama, karto ATM berhasil diblokir. Kedua, dengan mengganti uang
administrasi Rp. 26.000,- kartu ATM baru bisa diperoleh. Namun tentu saja,
harus mengikuti prosedur standar: antri di bank, mengisi formulir, membuat
pernyataan di atas materai, dan semua itu butuh kesabaran. Singkat cerita,
kedengarannya seperti happy ending. Namun,
tidak sampai di sini saja.
Beberapa hari setelah kejadian yang aneh itu, kami
mendapatkan suatu pengalaman yang justru lebih menganehkan lagi daripada yang
pertama. Justru ketika kartu ATM baru sudah diperoleh, ibuku membuka-buka
dompet kecil coklat, dan menemukan kartu ATM yang lama di dompet di dalamnya! Bayangkan,
sebuah kartu ATM, tidak dapat ditemukan di dompet kecil walaupun sudah
dibalik-balik. Betapa tidak habis pikirnya kami, memikirkan sesuatu yang super janggal itu.
Ini lah misteri yang sampai hari ini belum terpecahkan.
Comments
Post a Comment