Kleptomangga dan selanjutnya Kleptomania?

Pengalaman kami pada liburan ini, yang akan diceritakan pada serial ini, membuat kami belajar lebih banyak sekaligus membuat kami tertawa. Kenapa? Karena kami bukan keluarga yang cengeng dan suka emosi. Apabila keluarga kami mendapatkan suatu halangan, maka kami akan menjadikan itu sebagai tambatan bagi kami untuk belajar lebih banyak lagi. Pada waktu itu, siang menggantikan pagi hari. Kedua orangtuaku akan membeli alas setrika di toko. Aku ditinggal di rumah, karena ingin bermain game.

Sebelum pergi, ibuku, seperti biasa, memberi pesan kepadaku agar aku mengunci pintu depan rumah dan tidak membukakan pintu kepada siapa saja yang ingin masuk ke rumah. Wajar apabila ibuku mengatakan hal itu, karena, kalau ada orang yang masuk ke dalam rumah, ia bisa melakukan hal-hal yang tidak kami kehendaki. Aku, tentu saja, mengingat pesan itu setiap kali ibuku memberi pesan kepadaku. Dengan segera, suara motor yang terdengar di depan rumahku mulai menjauh. Aku pun mengunci pintu agar orang tidak bisa sembarang masuk ke dalam rumah, lalu, dengan segera, aku bermain game dengan asyik di laptop bapakku.

Beberapa hari setelah pengalamanku itu, bapakku dan aku pulang ke rumah sehabis bermain badminton. Waktu itu ia baru saja menderita sakit tengeng sehabis bermain badminton. Singkat cerita, bapakku mengalami kecethit atau muscular strain ketika membuat smash yang terlalu berlebihan. Karena lehernya tidak menerima perlakuan itu, maka terjadilah tengeng akibat kecethit (muscular strain) itu tadi. (serial itu bisa dibaca di sini). Kami beristirahat sambil berkelakar soal sakit tengeng  bapakku itu. Sementara itu, ibuku naik lewat tangga untuk mengangkat jemuran yang biasa di jemur di tingkat dua rumah. Begitu sampai di atas, ia kaget lalu berseru, "Kenapa alas setrikanya tidak ada?" Kami, aku dan bapakku yang ada di bawah, kaget mendengar perkataan ibuku.

 "Jangan-jangan, alas setrikanya hilang dibawa angin lalu di ambil oleh seseorang?" Ibuku berprasangka. Rumah kami itu tinggi dan besar. Di belakang rumah kami, ada rumah tetangga. Begitu pula dengan di samping kami, dan di seberang jalan. Makhlum, rumah di desa. "Mungkin alas setrika itu memang diambil oleh “seseorang”. Mungkin hal itu benar. Tetapi hal itu jangan kita jadikan permasalahan. Hal itu justru akan kita pakai sebagai pelajaran bagi kita agar lebih berhati-hati apabila menjemur alas setrika maupun pakaian," kata bapakku dengan bijak.

"Ya, tapi kan kalau mereka lihat barang milik orang lain, seharusnya mereka mengembalikan. Bukan malah mengambilnya," bantah ibuku sambil mengangkat jemuran. "Kalau “seseorang” tersebut mengembalikan alas setrika itu," jawab bapakku dengan sinar mata jenaka, "nanti seseorang itu akan tampak baik, dan dia akan sama dengan kita, yang juga adalah orang baik. Kalau begitu kan kebaikan kita tidak akan kelihatan sama sekali!”  Suasana suram karena kehilangan alas setrika yang cukup mahal dari biasanya itu menjadi lebih berwarna, karena kelakar bapak yang menyenangkan hati.


Bapakku memang sering berpikir “anti-mainstream,” dan kelakar yang keluar dari mulutnya tampaknya berangkat dari pengalaman yang diperoleh selama tinggal di kampung kami.  Beberapa kali bapakku menceritakan kecenderungan klepto, atau kebiasaan mengambil sesuatu yang bukan miliknya, dari “sejumlah orang”. Salah satu saksi hidup yang bisu adalah pohon mangga di depan rumah. Pohon yang usianya sudah lebih dari 18 tahun itu seringkali menjadi korban jahil dari beberapa orang, tentunya pas musim buah tiba. Tentu tidak etis menyebutkan nama, umur, jenis kelamin, dan di mana tinggal mereka di ruang publik macam ini. Kami tahu betul siapa mereka, karena toh beberapa kali “menangkap basah aksi klepto mangga” itu. Singkatnya, “orang-orang itu” dengan tanpa rasa bersalah akan menggunakan alat tertentu untuk memetik buah mangga, yang tentunya bukan milik mereka. Padahal, kalau pas musim buah, keluarga kami akan memetik buah-buah itu, dan membagikannya kepada seluruh tetangga di sekitar rumah. Tampaknya, orang-orang itu mempunyai “sense of belonging” yang kelewat batas. Barang milik tetangga pun juga disikat tanpa ampun! 

Comments

Popular posts from this blog

Ngenol Bikin Dongkol

Teknisi Correction Tape

Matahachi, sang Lemah Hati #05 - TAMAT