Tidak Ada Kata Cengeng
Sekolah adalah tempat kita belajar sekaligus bertemu dengan
teman-teman kita. Itu menjadi sesuatu hal yang cukup menyenangkan, karena di
sekolah, kita bisa belajar maupun bermain bersama-sama dengan teman kita. Namun,
tidak jarang juga, banyak anak-anak yang membuat sekolah menjadi beban, bukan
untuk mencari ilmu maupun relasi terhadap teman. Terutama di kelas 6. Seperti yang
sudah pernah diperbincangkan pada serial-serial sebelumnya, kelas 6 adalah
kelas yang paling berat di SD. Kenapa? Karena, secara garis besar, kelas 6
adalah transisi dari SD menuju ke SMP. Selain itu, kelas 6 itu sendiri juga
merupakan sebuah penentuan, apakah kita lulus SD atau tidak. Jika lulus, maka
kita akan memasuki SMP. Namun, bila tidak lulus, dengan sangat amat terpaksa, kita harus mengulang pelajaran kelas 6 dari
awal, yang tentu saja, membuat kita malu sekaligus bosan karenanya.
Karena tugas yang berat itu, maka, di mana-mana, baik itu
kepala sekolah, guru, maupun orangtua, selalu mengingatkan setiap anak-anak
agar selalu belajar demi mendapatkan nilai yang terbaik. Mereka pun juga tidak
pernah lelah memberikan pesan macam itu. Mereka juga mengusahakan kami,
siswa-siswi kelas 6, agar mendapat dukungan, fasilitas, dan semangat dalam
belajar. Yang akan kita bahas di sini adalah, bagaimana cara guru kami,
siswa-siswi kelas 6, menyemangati sekaligus memberikan banyak ilmu kepada kami
dalam proses belajar-mengajar kami yang dilaksanakan setiap hari. Tentu saja,
hari Minggu tidak masuk hitungan.
Cara kerja guru kami adalah, kami dibiasakan untuk belajar
setiap hari, walaupun tidak ada PR maupun ulangan. Nah, masalahnya, para guru
kan terbatas sekali perannya. Mereka kan tidak bisa mengawasi siswa setiap
waktu? Paling-paling, guru hanya bisa mengawasi siswa selama jam pelajaran di
sekolah, dan itu pun tidak lama. Jadi, guru menerapkan sistem tes mendadak,
untuk menguji kemampuan, sekaligus mengecek, apakah kami belajar semalam atau
tidak. Dan hasil dari tes-tes kecil-kecilan itu menunjukkan bahwa, tidak sedikit
anak yang bernilai jelek. Nilai baik hanya bisa didapatkan oleh anak-anak yang
sudah diberikan label ‘pintar’ dan ‘rajin.’ Dan mirisnya, kedua label itu
hanya bisa didapatkan oleh sejumlah anak, yang jumlahnya bahkan tidak sampai setengah dari seluruh jumlah temanku di kelas.
Itu mungkin merupakan kabar buruk yang patut disesali. Namun,
karena tes kecil-kecilan itu, guru bisa mengetahui siapa anak yang tidak mau
belajar semalam. Jadi, sampai sekarang pun, guru masih mengadakan tes-tes itu,
yang dapat membuat kami rajin belajar agar mendapatkan nilai baik. Namun, tentu
saja, strategi tes kecil-kecilan itu tidak akan berjalan dengan lancar apabila
tidak ada dukungan dari orangtua. Orangtua harus mendukung sekaligus memberi
contoh kepada anaknya dalam belajar, agar anaknya dapat belajar dengan tekun
dan baik, tidak hanya asal belajar. Tapi, menurut bapakku, masih banyak
orangtua yang hanya menyuruh anaknya belajar, namun ia sendiri tidak belajar. Orangtua anak itu, mungkin menonton
televisi, atau bermain hp, jadi anaknya menjadi terganggu dan tidak mau
belajar.
Aku sendiri merupakan seorang siswa yang bisa dikatakan
sangat beruntung. Soalnya, kedua orang tuaku tidak hanya pandai menyuruh aku
bekerja keras atau belajar. Kedua orang tuaku memberi contoh dan teladan.
Mereka tidak pernah lelah belajar. Sudah semenjak aku kecil, ada aturan
sederhana di rumah kami. TV tidak pernah boleh dipakai untuk menonton sinetron.
“Sinetron hanya mengajarkan gaya hidup melodramatis. Emosi ditampilkan dengan
cara yang sangat primitif. Kalau bukan bentak-bentakan, ya cucuran air mata
yang mengharu-biru,” ujar Bapakku.
Itu lah alasan mengapa aku sebenarnya
menjadi seorang anak yang sangat beruntung. Kegiatan membaca, menulis, dan
bermain musik telah menjadi pembiasaan semenjak aku kecil. Dengan cara ini, aku
memiliki keyakinan: sekalipun belajar di kelas 6 ini berat, aku pasti akan
melewatinya dengan baik. Kunci kerja keras telah berhasil ditanamkan di urat
nadiku. Sedih boleh. Kecewa tidak dilarang. Namun istilah cengeng tidak ada di
dalam kamus kaluarga kami.
Comments
Post a Comment